Kanker paru terus menjadi salah satu penyebab kematian tertinggi di Indonesia, dengan lebih dari 34 ribu kasus baru terdiagnosis setiap tahunnya. Data dari Global Cancer Observatory (GLOBOCAN) 2022 menunjukkan bahwa lebih dari 30 ribu jiwa meninggal akibat penyakit ini setiap tahun. Tingginya angka kematian tidak semata-mata disebabkan oleh faktor risiko seperti merokok, tetapi juga oleh keterlambatan diagnosis dan terbatasnya akses terhadap teknologi medis mutakhir, terutama di daerah-daerah yang belum memiliki fasilitas lengkap.
Deteksi dini dan penanganan yang berbasis teknologi dapat secara signifikan meningkatkan prognosis pasien kanker paru. Namun, banyak tenaga medis di Indonesia yang belum mendapatkan pelatihan untuk menerapkan teknologi diagnostic terbaru, seperti Endobronchial Ultrasound (EBUS) dan terapi imunologi modern. Akibatnya, banyak pasien baru mendapatkan diagnosis ketika kanker telah memasuki stadium lanjut, di mana pilihan terapi menjadi semakin terbatas.
Dalam konteks ini, pentingnya kolaborasi dan peningkatan kapasitas bagi tenaga medis tidak bisa diabaikan. Kegiatan Lung Cancer 360 Workshop & Symposium 2025 telah menjadi salah satu langkah konkrit untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan tenaga medis. Forum ilmiah ini mempertemukan sejumlah pakar nasional dan internasional untuk membahas inovasi terbaru dalam diagnosis dan terapi kanker paru, dengan target untuk memperkuat sistem layanan kanker di Indonesia agar tak tertinggal dari perkembangan global.
Mengusung tema “New Era in Oncology Expertise & Technology,” acara ini menghadirkan sesi hands-on workshop untuk dokter paru dan onkolog dari berbagai daerah. Para peserta mendapatkan kesempatan untuk memperbarui wawasan serta berlatih langsung menggunakan teknologi mutakhir. Di antara pembicara yang hadir, Prof. Dr. dr. Allen Widysanto, Sp.P, membagikan pengalamannya dalam manajemen kanker paru, terutama penggunaan obat-obatan seperti Afatinib dan Pemetrexed.
Dr. dr. Andika Chandra Putra, Sp.P(K), juga menekankan pentingnya diagnosis molekuler lanjutan dan pengembangan imunoterapi yang saat ini semakin relevan dalam pengobatan kanker. Sesi ini diisi oleh Dr. Toh Chee Keong dari Singapura, yang membahas perluasan peran Atezolizumab dalam pengobatan kanker paru.
Menurut Dr. Erick Prawira Suhardi, MARS, yang menjabat sebagai Hospital Director Siloam Hospitals Lippo Village, kegiatan ini lebih dari sekadar forum ilmiah. Ini merupakan bagian dari transformasi layanan onkologi di Indonesia. “Lung Cancer 360 bukan hanya forum ilmiah. Ini adalah wujud nyata dari dedikasi kami dalam memperluas wawasan, mempercepat adopsi teknologi terbaru, dan memperkuat kolaborasi bagi penanganan kanker paru,” ujarnya.
Upaya seperti ini menunjukkan bahwa Siloam Hospitals tidak hanya berperan sebagai rumah sakit rujukan, tetapi juga sebagai pusat pengembangan ilmu dan pelatihan medis. Melalui inisiatif semacam ini, diharapkan angka kematian akibat kanker paru di Indonesia bisa ditekan lebih jauh.
Dengan peningkatan kolaborasi antar tenaga medis dan adopsi teknologi baru, harapannya adalah bahwa diagnosis dini dan penanganan yang lebih efektif dapat diwujudkan, yang pada gilirannya akan menyelamatkan lebih banyak nyawa. Bagi pasien kanker paru, hal ini bisa menjadi harapan yang nyata untuk masa depan yang lebih baik.
Source: www.suara.com





