Bio Farma Ungkap Tantangan Industri Vaksin di Negara Berkembang

Produsen vaksin di negara berkembang menghadapi sejumlah tantangan serius yang mempengaruhi keberlanjutan industri dan perlindungan kesehatan masyarakat global. Menurut Direktur Utama PT Bio Farma (Persero), Shadiq Akasya, salah satu tantangan terbesar adalah proses pra-kualifikasi yang semakin ketat dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Hal ini diperparah dengan penurunan pendanaan donor, yang secara signifikan mempersempit potensi pasar global bagi produsen vaksin.

Shadiq menjelaskan bahwa situasi ini memerlukan model tanggung jawab bersama (shared responsibility) yang dapat membagi risiko, biaya, dan tanggung jawab secara adil di antara mitra global. “Kita memerlukan pendekatan collaborative problem-solving bersama WHO, Gavi, UNICEF, CEPI, dan mitra donor lainnya untuk menemukan solusi seimbang antara perlindungan kesehatan publik dan keberlanjutan industri,” ungkapnya di Jakarta.

### Kemandirian Vaksin dan Kolaborasi Global

Di tengah tantangan ini, Bio Farma berusaha untuk memperkuat jejaring global melalui forum 26th Developing Countries Vaccine Manufacturers Network (DCVMN) Annual General Meeting (AGM), yang berlangsung di Bali pada 29-31 Oktober. Forum ini menjadi platform penting untuk membahas masalah strategis dalam kapasitas produksi vaksin, percepatan alih teknologi, dan perluasan akses terhadap vaksin yang aman dan berkualitas.

Bio Farma telah berhasil menyuplai produk vaksinnya ke lebih dari 150 negara, dengan 12 produk yang telah mendapatkan pra-kualifikasi WHO. Vaksin yang dihasilkan oleh perusahaan ini juga menjadi bagian dari program imunisasi global yang dikelola oleh UNICEF. “Momentum DCVMN AGM ini kami gunakan untuk membangun inovasi dan kolaborasi yang sustantif, agar negara berkembang juga dapat berkontribusi secara luas dalam membangun ekosistem vaksin yang resilien,” tambah Shadiq.

### Potensi Besar Negara Berkembang

Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin, meyakini bahwa negara-negara berkembang memiliki potensi besar yang bisa menjadi kunci masa depan industri vaksin global. “Dengan memperkuat manufaktur di kawasan ini, produsen tidak hanya menciptakan kedekatan dengan pasar, tetapi juga memperkuat rantai pasokan dan menciptakan nilai jangka panjang yang berkelanjutan,” kata Budi.

Wakil Menteri Kesehatan RI, Dante Saksono Harbuwono, juga menyoroti pentingnya inovasi dan kolaborasi dalam penelitian dan pengembangan (R&D). Ia menekankan perlunya akses yang adil dan tepat waktu bagi semua pihak. “Tidak ada negara yang dapat bertindak sendirian, melalui DCVMN mari kita dorong inovasi dan kolaborasi yang lebih dalam, serta memastikan akses vaksin yang adil dan merata,” jelas Dante.

### Dampak dan Rencana ke Depan

CEO DCVMN, Rajinder Suri, menekankan pentingnya jejaring dalam menghadapi tantangan kesehatan global di masa depan. “Kami akan terus meningkatkan kemampuan dan bersiap mendukung organisasi seperti CEPI dan WHO untuk menghadapi tantangan kesehatan global yang akan datang,” ungkapnya.

Di era pasca-pandemi ini, tantangan yang dihadapi oleh industri vaksin di negara berkembang menjadi semakin krusial. Pendekatan kolaboratif dan inovatif diperlukan tidak hanya untuk menjaga kesinambungan produksi vaksin, tetapi juga untuk melindungi kesehatan masyarakat secara global.

Dengan semua tantangan dan potensi yang ada, kolaborasi lintas negara dan lembaga global menjadi kunci untuk memastikan bahwa negara berkembang tidak hanya sebagai konsumen vaksin, tetapi juga mampu berkontribusi secara signifikan dalam pembuatan dan distribusi vaksin global. Hal ini menjadi momen penting untuk menata ulang strategi industri vaksin guna menghadapi tantangan kesehatan di masa mendatang.

Source: lifestyle.bisnis.com

Berita Terkait

Back to top button