Ahli: Nyeri Kehamilan Sering Diabaikan, Dapat Picu Risiko Serius

Sekitar setengah hingga tiga perempat ibu hamil mengalami nyeri selama kehamilan, namun banyak di antaranya yang tidak mendapatkan penanganan memadai. Keadaan ini dapat menyebabkan penderitaan yang tidak perlu dan menimbulkan risiko kesehatan yang berbahaya. Julie Vignato, perawat sekaligus peneliti dari University of Iowa, menegaskan bahwa ketakutan terhadap potensi bahaya bagi janin seringkali membuat ibu hamil menanggung risiko baru yang tak terduga.

Banyak ibu hamil diberitahu bahwa nyeri yang mereka alami hanyalah “ketidaknyamanan sementara” yang akan hilang setelah melahirkan. Namun, bagi sebagian perempuan, rasa sakit tersebut dapat begitu parah sehingga mengganggu tidur, pekerjaan, dan perawatan anak lainnya. Dalam beberapa kasus, nyeri tersebut ternyata tidak hilang bahkan setelah proses persalinan, dengan nyeri punggung atau sakit kepala yang dapat bertahan lebih dari tiga bulan. Hal ini berpotensi berkembang menjadi kondisi kronis yang serius.

Penyebab nyeri yang sering muncul selama kehamilan bervariasi. Perubahan hormon, pelonggaran sendi panggul, dan peningkatan berat janin adalah faktor utama. Selain itu, pertumbuhan janin dapat menyebabkan perubahan bentuk tulang belakang yang memperburuk rasa sakit pada punggung dan panggul, terutama menjelang akhir kehamilan.

Sayangnya, survei menunjukkan lebih dari separuh ibu hamil yang mengalami nyeri tidak menerima perawatan yang sesuai dari tenaga medis. Vignato menekankan betapa pentingnya untuk mempercayai dan merespon keluhan nyeri ibu hamil sebagai hal yang serius. Saat ini, pilihan pengobatan nyeri selama kehamilan masih terbatas. Paracetamol (Tylenol) dianggap aman, tetapi efektivitasnya hanya untuk nyeri ringan.

Alternatif lain seperti kompres panas, pijat, terapi chiropractic, olahraga, dan fisioterapi dapat membantu, meskipun sering kali tidak ditanggung oleh asuransi kesehatan. Terapi yang paling efektif biasanya melibatkan kombinasi beberapa metode, terutama latihan yang dilakukan dengan pengawasan fisioterapis. Namun, banyak ibu hamil menghadapi kendala akses dan dukungan finansial untuk menjalani perawatan tersebut.

Penggunaan sabuk penyangga perut juga bisa menyediakan bantuan untuk mengurangi nyeri punggung, meskipun hasilnya variatif. Vignato mencatat bahwa banyak ibu hamil hanya diberikan saran untuk beristirahat, mengambil obat pereda nyeri, atau melakukan cuti lebih awal dari pekerjaan mereka, yang tidak selalu realistis bagi mereka yang masih harus beraktivitas.

Kondisi ini membuat banyak ibu merasakan tekanan untuk menahan nyeri sambil tetap menjalani rutinitas sehari-hari, yang pada akhirnya dapat berdampak pada kesehatan fisik dan mental mereka. Dengan ekspektasi yang tidak memenuhi kenyataan, muncul rasa bersalah dan stres yang dapat berujung pada depresi.

Vignato menekankan bahwa langkah awal dalam menangani nyeri kehamilan adalah komunikasi yang terbuka antara ibu hamil dan tenaga kesehatan. Ibu hamil perlu jujur tentang keluhan yang dirasakan dan proaktif menanyakan opsi pengobatan yang aman. Dukungan dari pasangan dan keluarga juga sangat krusial. “Pilih waktu tenang untuk berbicara dengan orang terdekat dan sampaikan perasaan dengan empati”, sarannya.

Mencatat intensitas serta jenis nyeri sebelum berkonsultasi dengan dokter dapat membantu memberikan gambaran yang jelas tentang kondisi ibu. Apabila terapi yang direkomendasikan tidak dapat dilanjutkan akibat masalah asuransi, ibu disarankan untuk meminta bantuan dokter dalam mengajukan banding agar perawatan dapat terus berlanjut.

“Kehamilan adalah masa untuk mendengarkan tubuh sendiri,” ungkap Vignato. Menangani nyeri dengan aman bukanlah tanda kelemahan, melainkan sebuah bentuk perhatian terhadap diri sendiri dan janin. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang nyeri kehamilan, diharapkan ibu hamil dapat mengakses perawatan yang tepat dan meningkatkan kualitas hidup mereka selama masa-masa penting ini.

Source: www.beritasatu.com

Berita Terkait

Back to top button