
Implementasi kebijakan pengurangan risiko tembakau (Tobacco Harm Reduction/THR) di berbagai negara terus mengalami keterlambatan. Meskipun terdapat bukti ilmiah yang menunjukkan manfaat dari produk tembakau alternatif, angka perokok tetap tinggi. Hal ini menjadi perhatian serius di kalangan pakar kesehatan masyarakat.
Tikki Pangestu, mantan Direktur Penelitian, Kebijakan & Kerja Sama World Health Organization (WHO), menyoroti lima hambatan utama yang mempengaruhi lambatnya adopsi strategi THR. Hambatan ini berkontribusi pada tingginya prevalensi merokok. Situasi ini berdampak negatif, terutama di negara-negara berpenghasilan menengah ke bawah yang seringkali kurang informasi terkait manfaat THR.
Pertama, Sikap WHO yang Anti-Pengurangan Risiko Tembakau
Kurangnya dukungan dari WHO terhadap pengurangan risiko tembakau menjadi faktor utama. Menurut Tikki, hal ini menyulitkan negara-negara dalam menilai potensi manfaat produk tembakau alternatif. Tanpa panduan yang jelas, mereka menjadi ragu untuk mengadopsi kebijakan berbasis bukti tersebut.
Kedua, Regulasi yang Tidak Proporsional
Regulasi yang terfragmentasi dan tidak proporsional juga menghambat perkembangan produk tembakau alternatif. Hal ini mempengaruhi aksesibilitas dan keterjangkauan bagi konsumen. Banyak negara kesulitan untuk menemukan solusi yang tepat dalam regulasi produk ini, yang berpengaruh pada kesiapan masyarakat untuk beralih.
Ketiga, Misinformasi yang Beredar
Maraknya misinformasi mengenai produk tembakau alternatif turut menyumbang masalah. Sebagian orang masih percaya bahwa produk ini sebanding risikonya dengan rokok konvensional. Pemilihan bukti yang tidak tepat bisa mempengaruhi keputusan WHO serta kebijakan yang diambil oleh pemerintah.
Keempat, Ketidakpercayaan terhadap Industri
Ketidakpercayaan terhadap industri tembakau menjadi hambatan yang signifikan. Banyak pihak, termasuk pembuat kebijakan, skeptis terhadap motivasi industri tembakau saat ini. Hal ini wajar mengingat citra buruk yang ditinggalkan oleh industri tersebut di masa lalu, meskipun mereka kini berusaha beralih ke produk yang lebih rendah risiko.
Kelima, Fokus pada Nikotin dan Kecanduan
Perdebatan yang beralih dari usaha berhenti merokok menuju fokus pada nikotin dan kecanduan juga menjadi penghalang. Di banyak negara, ada perhatian yang meningkat terhadap risiko yang dihadapi generasi muda akibat tembakau. Ini menciptakan lingkungan yang menantang untuk pengembangan kebijakan yang lebih progresif.
Strategi Mengatasi Hambatan
Tikki Pangestu mengemukakan tiga strategi untuk mengatasi hambatan ini. Pertama, diperlukan kemauan politik yang kuat dari pemimpin untuk mengubah posisi WHO. Dialog terkait potensi produk tembakau alternatif sangat penting. Hal ini mendukung pemahaman yang lebih baik tentang dampak positif THR bagi kesehatan masyarakat.
Kedua, perlu membangun dukungan lintas pemangku kepentingan. Ini mencakup konsumen dewasa, media, akademisi, investor, hingga penegak hukum. Dengan menggandeng berbagai pihak, advokasi untuk kebijakan yang mendukung inovasi pengurangan bahaya tembakau bisa lebih kuat.
Ketiga, penting untuk membangun kepercayaan dan kolaborasi jangka panjang. Kerjasama antara sektor publik, akademisi, dan industri akan menciptakan lingkungan yang lebih terbuka untuk inovasi. Kolaborasi ini bisa membantu mengubah narasi negatif yang mengelilingi produk tembakau alternatif.
Kesimpulannya, upaya pengurangan risiko tembakau memerlukan pendekatan multilateral. Dengan melibatkan berbagai stakeholder dan memperbaiki regulasi, negara-negara dapat mengambil langkah konkret untuk mengurangi prevalensi merokok. Pendekatan yang harmonis bisa mempercepat pengembangan kebijakan berbasis bukti, yang pada akhirnya menghasilkan manfaat bagi kesehatan masyarakat.
Baca selengkapnya di: lifestyle.bisnis.com




