Belakangan ini, penggunaan vape atau rokok elektrik semakin meningkat di kalangan masyarakat, terutama di kalangan anak muda. Banyak yang beranggapan bahwa vaping adalah alternatif yang lebih aman dibandingkan dengan merokok conventional. Namun, fakta menunjukkan bahwa pandangan ini sangat menyesatkan.
Dr. Chin Tan Min, seorang ahli onkologi paru dari Parkway Cancer Centre (PCC), menegaskan bahwa vape bukanlah pilihan yang aman. “Vaping tetap mengandung nikotin dan bahan kimia toksik yang dapat merusak paru-paru serta menyebabkan kecanduan,” ujarnya. Meskipun penelitian belum membuktikan secara langsung bahwa vape menyebabkan kanker paru, risiko kesehatan jangka panjang tidak dapat diabaikan.
Data dari Global Cancer Observatory menunjukkan bahwa pada tahun 2022, terdapat 2,48 juta kasus kanker paru di seluruh dunia, dengan angka di Indonesia meningkat dari 30.023 kasus pada tahun 2018 menjadi 38.904 pada tahun 2022. Kanker paru dikenal sebagai “silent killer” karena sering kali tidak menunjukkan gejala pada fase awal. Banyak penderita baru terdiagnosis saat kondisi sudah parah.
Deteksi dini kanker paru sangat penting. Dr. Lim Hong Liang, juga dari PCC, menjelaskan bahwa kanker paru dapat berkembang tanpa terdeteksi. Gejala seperti batuk berkepanjangan atau sesak napas seringkali dipandang sepele. “Banyak orang mengabaikan tanda-tanda ini, padahal bisa menjadi indikasi awal,” jelasnya.
Dua jenis utama kanker paru adalah Non-Small Cell Lung Cancer (NSCLC) dan Small Cell Lung Cancer (SCLC). NSCLC berkembang lebih lambat dan mencakup lebih dari 80% kasus, sedangkan SCLC lebih agresif dan cepat menyebar. Deteksi lebih awal melalui metode seperti CT scan dosis rendah dapat meningkatkan peluang pasien untuk sembuh.
Terobosan dalam pengobatan kanker paru kini tidak lagi terbatas pada kemoterapi. Pendekatan modern seperti terapi bertarget dan immunotherapy memberikan harapan baru. Dr. Lim menjelaskan bahwa dengan terapi bertarget, relaksasi gen pemicu pertumbuhan kanker dapat dilakukan tanpa merusak jaringan sehat. “Hasilnya, pasien kanker paru stadium lanjut dapat memiliki tingkat kelangsungan hidup yang lebih baik dibandingkan dengan kemoterapi konvensional,” ujarnya.
Salah satu inovasi yang efektif adalah terapi EGFR Tyrosine Kinase Inhibitor (TKI). Sekitar 80% pasien yang menjalani terapi ini mengalami perbaikan gejala dalam dua hingga empat minggu. “Kelangsungan hidup pasien dengan mutasi EGFR kini dapat mencapai 3–4 tahun,” tambah Dr. Chin.
Immunotherapy juga menjanjikan, dengan kemampuan membantu sistem imun tubuh mengenali sel kanker. Beberapa pasien bahkan mengalami kontrol penyakit jangka panjang dengan tingkat kelangsungan hidup lima tahun yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan terapi konvensional.
Pendekatan perawatan kanker yang efektif memerlukan kerjasama tim multidisiplin. Dr. Lim menekankan pentingnya pendekatan holistik untuk pasien, yang mencakup dukungan emosional dan gaya hidup sehat. Tim di PCC terdiri dari ahli onkologi, ahli bedah toraks, dan hingga konselor psikologis. Hal ini memastikan pasien menerima perawatan yang menyeluruh dan berfokus pada kualitas hidup.
Dengan perkembangan teknologi medis dan pengalaman para spesialis, Parkway Cancer Centre berkomitmen untuk terus menghadirkan inovasi pengobatan kanker paru yang efektif. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk memahami bahwa meski vaping terlihat lebih menarik, risikonya terhadap kesehatan paru-paru tetap ada.
Baca selengkapnya di: www.suara.com




