SKPlasma Core Indonesia (SKCI) baru saja meluncurkan dua produk obat autoimun berbasis plasma, yaitu SK GammaBio dan SK Albumin. Peluncuran ini merupakan bagian dari perayaan Hari Kesehatan Nasional dan menunjukkan langkah besar menuju kemandirian produksi obat di Indonesia. Produk obat ini dibuat dari plasma donor lokal dan akan dipasarkan pada akhir tahun 2025.
SK GammaBio adalah jenis intravena Immunoglobulin G (IVIG). Obat ini diindikasikan untuk penanganan berbagai penyakit imunodefisiensi dan penyakit autoimun. Sementara itu, SK Albumin berfungsi untuk mengatasi kondisi kekurangan albumin serta syok hemoragik. Keduanya dihasilkan dari plasma yang dikumpulkan dari donor di Indonesia, yang kemudian diproses di Korea. Ini menandai inovasi penting dalam pengembangan terapi berbasis plasma di tanah air.
Kolaborasi antara SKCI dan Korea Selatan membawa dampak positif bagi Indonesia. Lembaga Pengelola Investasi Indonesia (INA) terlibat dalam proyek ini untuk memperkuat investasi nasional dan meningkatkan hasil pembangunan. Ini menunjukkan komitmen IN untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat serta mendukung pengembangan industri farmasi di dalam negeri.
Pengiriman plasma yang pertama kali dilakukan oleh Unit Donor Darah PMI dan RS Umum Dr. Sardjito ke fasilitas SK Plasma di Korea telah sukses dilakukan pada Maret 2025. Plasma tersebut diproses menjadi produk obat derivate plasma. Pengolahan ini dilakukan dengan mengikuti standar internasional untuk menjamin kualitasnya. Produk akhir, SK GammaBio dan SK Albumin, diharapkan dapat kembali ke Indonesia pada Desember 2025.
Pentingnya langkah ini tidak bisa diragukan. Indonesia memiliki kebutuhan besar terhadap terapi berbasis plasma untuk mengatasi berbagai kondisi medis, seperti imunodefisiensi dan penyakit hati. Dengan adanya produk ini, masyarakat akan mendapatkan akses ke terapi yang lebih aman dan berkelanjutan. Selain itu, harga obat berbasis plasma lokal diharapkan lebih terjangkau dibandingkan dengan produk impor.
Saat ini, SKCI tengah membangun fasilitas fraksionasi plasma berteknologi tinggi di Karawang, Jawa Barat. Proyek ini telah mencapai lebih dari 98% penyelesaian dan ditargetkan selesai pada akhir 2025. Fasilitas ini diharapkan mulai beroperasi pada akhir 2026. Keberadaan fasilitas ini akan mengurangi ketergantungan Indonesia pada impor, sehingga meningkatkan kemandirian nasional dalam produksi obat berbasis plasma.
Setelah fasilitas fraksionasi di Karawang beroperasi, Indonesia bisa memproduksi terapi berbasis plasma menggunakan donor lokal. Ini menjadi langkah strategis dalam meningkatkan ketahanan kesehatan dan potensi ekspor produk farmasi di masa depan. Proyek ini tidak hanya fokus pada aspek kesehatan, tetapi juga berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi dengan menciptakan ribuan lapangan kerja.
Selain itu, proyek ini membawa keuntungan lain seperti transfer teknologi dan pengembangan keterampilan tenaga kesehatan. Melalui pelatihan di Korea, tenaga kesehatan Indonesia dapat meningkatkan kapabilitas mereka di sektor biomedis. Ini sangat penting dalam menyokong keberhasilan industri farmasi di tanah air.
Dengan semua inovasi serta kolaborasi yang dibangun, masa depan obat berbasis plasma di Indonesia nampak cerah. Di harapkan, penggunaan obat yang lebih aman dan terjangkau ini dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Seiring dengan perkembangan fasilitas fraksionasi, Indonesia akan semakin memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan obat dalam negeri. Hal ini menunjukkan potensi yang besar untuk peningkatan kesehatan masyarakat secara keseluruhan.





