Industri layanan kesehatan menghadapi tantangan serius di tengah krisis iklim dan ketimpangan sosial. Rumah sakit tidak hanya dinilai dari kualitas medis, tetapi juga dampak sosial dan lingkungan yang dihasilkan. Dalam konteks ini, keberlanjutan menjadi kebutuhan mendasar.
Banyak lembaga kesehatan berupaya menerapkan praktik berkelanjutan. Salah satunya adalah Siloam International Hospitals, yang menunjukkan kemajuan signifikan. Mereka berhasil meraih Silver Medal dari EcoVadis dengan skor 71, meningkat tujuh poin dibandingkan tahun sebelumnya. Capaian ini menempatkan Siloam dalam 15 persen perusahaan dengan kinerja terbaik di sektor ESG (Environment, Social, and Governance) secara global. Selain itu, dalam sektor Human Health Activities, mereka masuk dalam Top 3 persen perusahaan dunia.
Penilaian keberlanjutan mencakup beberapa pilar. Siloam menempatkan diri dalam kategori Top 5 persen untuk aspek lingkungan. Mereka juga meraih posisi Top 10 persen dalam hal tenaga kerja dan hak asasi manusia. Untuk etika, mereka berada di Top 12 persen, dan dalam pengadaan berkelanjutan, Siloam menempati posisi Top 1 persen. Ini menunjukkan bahwa keberlanjutan terintegrasi dalam operasional mereka.
CEO Siloam, Caroline Riady, mengungkapkan pentingnya konsistensi dalam setiap inisiatif kecil. “Setiap inisiatif kecil yang konsisten akhirnya membawa kita ke pencapaian yang besar,” ujarnya. Menurutnya, keberadaan di 15 persen perusahaan global adalah tanggung jawab untuk terus meningkatkan standar keberlanjutan.
Penilaian EcoVadis sendiri berbasis pada 21 kriteria internasional, termasuk UN Global Compact dan ILO Conventions. Peningkatan skor menunjukkan adanya transformasi nyata. Ini mencakup penguatan kebijakan, transparansi, dan efektivitas implementasi ESG. Lebih jauh, Siloam mengadopsi standar ISO 14001, ISO 45001, dan ISO 27001. Mereka juga menjadi anggota UN Global Compact dan menerapkan prinsip pemberdayaan perempuan.
Keberlanjutan tidak hanya sebatas laporan. Siloam memastikan adanya transparansi melalui assurance independen atas Sustainability Report. Sistem pengadaan mereka juga semakin akuntabel. Namun, Siloam memandang pencapaian ini sebagai langkah awal. Caroline menekankan bahwa peningkatan skor ESG adalah sinyal komitmen untuk menjaga standar keberlanjutan.
“EcoVadis bagi kami bukan sekadar alat penilaian, tetapi cermin untuk melihat potensi perbaikan,” jelasnya. Dampak keberlanjutan di sektor kesehatan menjadi semakin relevan. Praktik-praktik baik ini menjadi contoh bagi institusi kesehatan lainnya.
Menghadapi tantangan global, keberlanjutan di layanan kesehatan bukan sekadar pilihan, tetapi kewajiban. Adopsi nilai-nilai keberlanjutan dapat memengaruhi reputasi dan kepercayaan publik. Rumah sakit yang berkomitmen pada keberlanjutan akan mendapatkan pengakuan lebih tinggi.
Keterlibatan komunitas juga menjadi bagian penting dalam praktik keberlanjutan. Rumah sakit harus beradaptasi dengan lingkungan sosial yang dinamis. Kerja sama dengan pemangku kepentingan lain akan meningkatkan dampak positif.
Keberlanjutan di sektor kesehatan melibatkan pengembangan inovasi. Teknologi hijau dan praktik ramah lingkungan harus didorong. Ini akan memperkuat kapasitas untuk bertahan di masa depan. Prioritas utama harus tetap pada kesehatan pasien dan lingkungan.
Dengan semakin banyak institusi kesehatan yang menerapkan keberlanjutan, industri ini bisa menjadi pemimpin dalam perubahan sosial dan lingkungan. Keberhasilan penerapan keberlanjutan di Siloam adalah langkah penting untuk menginspirasi institusi lain. Masa depan yang berkelanjutan di layanan kesehatan semestinya menjadi fokus bersama.
