Hasto Absen di Kudatuli, Ribka Tjiptaning: Vonis Hakim Tunjukkan Ketidakadilan

Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Ribka Tjiptaning, mengungkapkan suasana memperingati 29 tahun peristiwa penyerangan kantor DPP PDIP pada 27 Juli 1996 (Kudatuli) terasa berbeda tahun ini. Ketidakhadiran Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, yang baru saja divonis 3,5 tahun penjara, menciptakan nuansa sedih dan prihatin dalam acara tersebut.

Ribka menjelaskan bahwa kehadiran Hasto dalam peringatan ini sudah menjadi tradisi. “Sangat-sangat berbeda. Dari kemarin ya, kita beberapa tahun bersama-sama Sekjen, dan teristimewa tahun kemarin kita meriahkan,” tuturnya. Hal ini menunjukkan kekosongan yang cukup terasa ketika salah satu tokoh penting partai tidak ada di tengah mereka.

Hasto divonis terkait dugaan perintangan penyidikan dan suap dalam kasus Harun Masiku. Menurut Ribka, hukum yang dijatuhkan terhadap Hasto menunjukkan bahwa sistem peradilan masih belum berpihak kepada rakyat secara umum. “Hukum kemarin yang diputuskan oleh hakim pada Sekjen itu bukti bahwa hukum belum berpihak kepada semua rakyat. Hukum masih patuh pada seglintir penguasa,” jelasnya.

Ribka juga mempertanyakan keadilan dalam penegakan hukum yang terjadi. Ia merasa bahwa Hasto seolah dicari-cari kesalahannya, meskipun tidak terbukti terlibat dalam perintangan penyidikan atau suap. “Ini kan kurang ajar. Artinya tidak memperdulikan,” kata Ribka menyoroti ketidakadilan yang dianggap dialami oleh Hasto dan PDIP secara keseluruhan.

Selama acara peringatan Kudatuli, banyak pengurus dan kader PDIP yang hadir mengenakan pakaian hitam sebagai tanda berkabung atas nasib Sekjen mereka. Rizki, salah satu kader muda PDIP, menyatakan, “Kami merasa kehilangan di hari penting bagi partai. Kami berharap keadilan akan segera tegak.”

Sebagai catatan, vonis yang dijatuhkan kepada Hasto dianggap tidak mencerminkan kebenaran di lapangan. Padahal, dalam pleidoi, Hasto membuktikan argumennya dengan data-data yang merujuk pada fakta bahwa dirinya tidak melakukan perbuatan yang dituduhkan. “Udah tahu dia tidak merintangi pemeriksaan,” ungkap Ribka mengenai argumen tersebut.

Kritik terhadap sistem hukum ini juga meluas dalam kalangan masyarakat. Banyak yang merasa bahwa kebijakan hukum lebih menguntungkan pihak tertentu ketimbang menegakkan keadilan bagi semua lapisan masyarakat. Keterkaitan hukum dan politik di Indonesia pun menjadi sorotan publik, dengan menganggap bahwa hal ini mengarah pada pengabaian terhadap hak-hak rakyat.

Sementara itu, Hasto dalam suatu wawancara menyatakan bahwa ia menerima vonis tersebut dalam konteks ketidakadilan, menegaskan ketidakpuasan terhadap keputusan hakim. “Hukum yang ada saat ini tidak mencerminkan prinsip keadilan bagi saya dan bagi banyak orang,” ujarnya.

Selama 29 tahun perjalanan partai, peristiwa Kudatuli tetap menjadi pengingat akan perjuangan PDIP di tengah berbagai tantangan. Ribka menegaskan bahwa semangat juang partai akan terus hidup, meskipun menghadapi berbagai rintangan dan tekanan.

Menurutnya, meskipun Hasto kini menyandang status terpidana, perjuangan untuk keadilan dan hak-hak rakyat harus terus diperjuangkan. “PDI Perjuangan tidak akan mundur, meski dalam kondisi apapun. Kami akan terus berjuang demi rakyat,” tutupnya.

Kisah bersejarah Kudatuli tidak hanya menjadi bagian dari perjalanan PDIP, tetapi juga mencerminkan dinamika peran hukum dan keadilan di Indonesia.

Berita Terkait

Back to top button