Mantan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Rudi Suparmono, menghadapi tuntutan tujuh tahun penjara terkait kasus dugaan suap yang melibatkan vonis bebas terhadap Gregorius Ronald Tannur. Dalam sidang pengadilan yang berlangsung di Jakarta pada Senin, 28 Juli 2025, jaksa penuntut umum membacakan tuntutan tersebut, yang juga mencakup denda sebesar Rp750 juta. Apabila denda tidak dibayar, Rudi akan dikenakan tambahan kurungan penjara selama enam bulan.
Rudi Suparmono didakwa menerima gratifikasi sejumlah 43 ribu dolar Singapura dari Lisa Rachmat, yang merupakan penasihat hukum Ronald Tannur. Uang tersebut diduga diberikan dengan maksud agar Rudi menunjuk majelis hakim tertentu dalam perkara Tannur. Jaksa menjelaskan bahwa tiga hakim, Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo, ditunjuk untuk mengadili kasus tersebut sesuai permintaan pengacara.
Jaksa juga menyebutkan bahwa dalam penyelidikan yang dilakukan, terdapat bukti tambahan berupa uang tunai lebih dari Rp1,7 miliar, serta mata uang asing senilai USD383.000 dan SGD1.099.681 yang ditemukan saat penggeledahan di kediaman Rudi. Total nilai gratifikasi yang diterima Rudi diduga mencapai lebih dari Rp21 miliar. Jaksa menganggap penerimaan tersebut sebagai suap yang bertentangan dengan posisinya sebagai ketua pengadilan.
Dalam dakwaan yang dibacakan, disebutkan bahwa Rudi seharusnya melaporkan penerimaan gratifikasi tersebut kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam jangka waktu 30 hari setelah penerimaan. Namun, Rudi tidak memenuhi kewajiban tersebut, sehingga didakwa melanggar berbagai pasal dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
Sidang ini mencerminkan upaya pemerintah dalam memperkuat aspek transparansi dan akuntabilitas dalam sistem peradilan di Indonesia. Kasus ini menuai perhatian publik, mengingat jabatan Rudi sebagai Ketua PN Surabaya yang seharusnya menjadi contoh integritas dan keadilan.
Pihak Rudi Suparmono hingga saat ini belum memberikan tanggapan resmi terkait tuntutan tersebut. Namun, selama proses persidangan, pengacara Rudi dipastikan akan menyampaikan pembelaan yang tegas dan terukur.
Kasus ini bukan satu-satunya yang menarik perhatian. Beberapa waktu lalu, vonis yang dijatuhkan terhadap Hasto Kristiyanto juga menjadi perbincangan hangat di masyarakat. Namun, dalam konteks kasus Rudi, fokus yang lebih besar terletak pada dampak yang ditimbulkan terhadap sistem peradilan di Indonesia, serta upaya pemerintah dalam memberantas praktik korupsi di kalangan pejabat publik.
Media dan masyarakat luas mengikuti perkembangan kasus ini dengan seksama. Keputusan yang diambil oleh pengadilan nanti diharapkan dapat menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak, terutama para pejabat yang mengemban tugas di lembaga peradilan.
Kepastian hukum merupakan salah satu pilar utama dalam menjalankan sistem demokrasi yang adil dan transparan. Kasus-kasus seperti ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran akan pentingnya integritas di kalangan aparat hukum di Indonesia. Dengan demikian, kepercayaan publik terhadap sistem peradilan dapat perlahan-lahan dipulihkan dan diperkuat.
Tuntutan terhadap Rudi Suparmono adalah sinyal bahwa tidak ada tempat bagi korupsi di institusi yang seharusnya menjadi benteng keadilan. Selanjutnya, masyarakat menantikan perkembangan hasil dari proses hukum yang sedang berjalan, sembari berharap bahwa keadilan akan ditegakkan tanpa pandang bulu.
