Satuan Tugas (Satgas) Pangan Polri baru-baru ini mengungkap praktik pengoplosan beras yang melibatkan enam merek terkenal di Indonesia. Pengungkapan ini merupakan hasil investigasi bersama Kementerian Pertanian, yang telah mengamankan ratusan ton beras oplosan sebagai barang bukti. Beras yang dicampur dengan kualitas medium ini didapati dijual dengan label premium, berpotensi merugikan konsumen dan menimbulkan kerugian ekonomi yang signifikan.
Ketua Satgas Pangan Polri, Brigjen Pol Helfy Assegaf, memaparkan bahwa temuan ini mencakup enam merek beras yang saat ini tengah dalam proses penyelidikan lebih lanjut. Merek-merek tersebut adalah Sania (produksi PT PIM), Setra Ramos Merah, Setra Ramos Biru, dan Setra Pulen (semuanya diproduksi oleh PT FS), serta Jelita dan Anak Kembar (diproduksi oleh toko berinisial SY). Kendati mereka menawarkan produk berlabel “premium”, hasil pengujian laboratorium menunjukkan bahwa kualitas penawaran tidak memenuhi standar yang tertera.
Praktik ini melibatkan bukan hanya pencampuran kualitas beras, tetapi juga ketidaksesuaian dalam ukuran bobot. Beberapa kemasan berlabel 5 kilogram, misalnya, ternyata hanya berisi 4,5 kilogram. Dari hasil penelitian di lapangan, sekitar 86% produk yang diiklankan sebagai beras premium sebenarnya hanya beras medium biasa. Selisih harga yang dikenakan per kilogram bisa mencapai Rp2.000 hingga Rp3.000, dengan total potensi kerugian tahunan untuk konsumen diperkirakan mencapai Rp99 triliun.
Di dalam penggerebekan yang dilakukan oleh Satgas, ditemukan sekitar 201 ton beras oplosan. Di antara barang bukti tersebut terdapat 39.036 kemasan ukuran 5 kg dan 2.304 kemasan ukuran 2,5 kg. Semua sampel ini telah melalui proses pengujian di laboratorium yang mendukung dugaan adanya pengoplosan serta pelabelan yang menyesatkan.
Pihak kepolisian tidak hanya fokus pada kualitas pangan, tetapi juga berencana menjerat pelaku dengan undang-undang yang berlaku. Mereka akan dikenakan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang dapat mengancam mereka dengan hukuman penjara maksimal lima tahun serta denda hingga Rp2 miliar. Selain itu, pelaku juga berpotensi dijerat dengan UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencucian Uang, yang bisa berujung pada hukuman penjara hingga 20 tahun dan denda maksimum Rp10 miliar.
Penemuan ini juga mengungkapkan bahwa Kementerian Pertanian tidak hanya menemukan enam merek yang bermasalah; total ada 212 merek beras lain di pasaran yang juga tidak memenuhi standar mutu. Banyak di antaranya yang tidak mencantumkan informasi yang akurat atau menggunakan label yang tidak valid. Dengan berkembangnya masalah ini, pemerintah telah berkomitmen untuk meningkatkan pengawasan terhadap produsen beras, baik di pasar tradisional maupun modern.
Dalam rangka menjaga kepercayaan masyarakat, langkah-langkah proaktif perlu diambil lagi. Komitmen untuk melindungi konsumen dan memastikan standar kualitas pangan yang layak tidak boleh diabaikan. Peningkatan pengawasan terhadap pasar dan produsen diharapkan dapat meminimalkan dampak negatif dari praktik-praktik curang di masa mendatang.
Pemerintah, bersama dengan instansi terkait, terus berupaya memerangi praktik penipuan yang merugikan konsumen dengan tujuan menciptakan sistem distribusi pangan yang lebih transparan dan bertanggung jawab.
