Titiek Soeharto Dukung Prabowo: Kontroversi Amnesti Hasto dan Abolisi Tom Lembong

Politisi senior Partai Gerindra, Titiek Soeharto, membela keputusan Presiden Prabowo Subianto yang menuai kontroversi, yakni pemberian abolisi kepada terpidana kasus korupsi importasi gula, Thomas Trikasih Lembong, dan amnesti untuk Hasto Kristiyanto, yang terlibat dalam kasus suap. Titiek menegaskan bahwa keputusan tersebut merupakan hak prerogatif presiden yang seharusnya tidak diperdebatkan. Dalam pandangannya, langkah ini telah melalui pertimbangan yang matang oleh Prabowo.

Menghadapi kritik yang meluas, Titiek menyatakan bahwa meskipun banyak suara yang menentang, keputusan presiden tetap tertulis dan sah. “Itu adalah hak presiden, dan pasti presiden sudah punya pertimbangan-pertimbangan yang begitu banyak,” ungkapnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. Ia mengakui bahwa protes merupakan hal yang wajar dalam demokrasi, namun pada akhirnya, keputusan berada di tangan presiden yang telah dipilih oleh rakyat.

Pernyataan bawah Titiek diungkapkan dengan tegas dalam menghadapi opini publik. Baginya, kedaulatan rakyat dalam memilih presiden harus dihormati dan keputusan yang diambil patut diakui. “Ya boleh-boleh saja orang mau protes, ya kan? Sah-sah saja protes, cuma kita sudah memilih beliau sebagai presiden, dan presiden menggunakan hak-nya,” tuturnya.

Titiek juga menyampaikan keyakinannya bahwa pengampunan semacam ini adalah bagian dari wewenang presiden. “Saya rasa itu adalah hak prerogatif presiden untuk memberikan remisi, abolisi, rehabilitasi, dan amnesti,” jelasnya, tanpa mau berkomentar lebih jauh tentang spekulasi yang berkembang bahwa keputusan tersebut mungkin merupakan hasil dari “barter politik” untuk mengundang PDI Perjuangan bergabung dalam koalisi pemerintah Prabowo.

Keputusan tersebut mendapatkan persetujuan DPR RI pada Kamis (31/7), yang juga telah memberikan lampu hijau untuk abolisi Tom Lembong dan amnesti bagi Hasto Kristiyanto. Lembong, yang pernah menjabat sebagai Menteri Perdagangan, dijatuhi hukuman empat tahun enam bulan penjara karena dugaan korupsi yang merugikan negara hingga ratusan miliar rupiah. Dengan diberikannya abolisi ini, semua proses hukum terhadapnya dihentikan.

Sementara itu, Hasto Kristiyanto, yang juga terlibat dalam kasus suap terkait pergantian antarwaktu anggota DPR, dijatuhi hukuman tiga tahun enam bulan. Amnesti yang diterimanya menghapuskan seluruh akibat hukum pidana yang menjeratnya. Tindakan ini menyebabkan angka pro dan kontra mencuat, di mana banyak pihak mengekspresikan keprihatinan abi preseden buruk terhadap penegakan hukum dan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.

Para ahli hukum dan aktivis antikorupsi telah melontarkan kritik tajam atas keputusan ini. Mereka khawatir bahwa langkah Prabowo akan mengganggu integritas sistem peradilan dan membangun budaya impunitas di kalangan elit politik. Namun, pihak Istana dan partai koalisi berkilah bahwa keputusan ini merupakan langkah untuk mendukung rekonsiliasi nasional, khususnya menjelang perayaan HUT ke-80 RI.

Dalam konteks ini, pembelaan Titiek Soeharto menampakkan pola pikir di kalangan elite politik Indonesia, di mana hak prerogatif presiden sering kali menjadi alasan untuk melewati kritik sosial. Meski langkah ini dipahami sebagai bagian dari imunisasi politik dalam menghadapi oposisi, dampak dari keputusan tersebut terhadap kepercayaan publik terhadap institusi hukum dan pemerintahan patut menjadi perhatian.

Akhirnya, meski pandangan Titiek sebagai perwakilan partai pemerintah mendukung langkah Prabowo, publik tetap diberikan ruang untuk menyuarakan kritik. Menjelang detik-detik penting dalam sejarah politik Indonesia, keputusan-keputusan strategis seharusnya diambil dengan mempertimbangkan kepentingan masyarakat yang lebih luas dan bukan semata-mata untuk merangkul satu kelompok politik tertentu.

Exit mobile version