Presiden Prabowo Subianto berencana memberikan amnesti massal kepada 1.178 tahanan, dan salah satu nama kontroversial yang muncul dalam daftar tersebut adalah Sugi Nur Raharja, lebih dikenal sebagai Gus Nur. Gus Nur, yang dijatuhi hukuman penjara untuk kasus ujaran kebencian, kini mendapatkan kesempatan kedua berkat keputusan yang ditetapkan dalam Surat Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 17 Tahun 2025. Keputusan ini ditandatangani pada 1 Agustus 2025 dan mencatatkan nama Gus Nur secara jelas dalam lampirannya.
Kasus Ujaran Kebencian
Gus Nur terjerat dalam kasus berawal dari konten video yang mengedarkan tudingan ijazah palsu Presiden Joko Widodo. Dalam video berjudul “GUS NUR: MUBAHALAH BAMBANG TRI DI BAWAH AL-QUR’AN-BLOKO SUTO – SEKARANG SIAPA YG PENDUSTA ? PART 1”, ia berkolaborasi dengan Bambang Tri Mulyono. Video ini mencuri perhatian publik dan menjadi sumber kontroversi besar, dengan lebih dari 279 ribu tontonan. Akibatnya, Gus Nur dijatuhi hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp 400 juta oleh pengadilan.
Gus Nur menjalani hukuman di Rutan Kelas I Surakarta, namun upayanya untuk membatalkan vonisnya melalui Mahkamah Agung (MA) mengalami kegagalan. Permohonan kasasinya ditolak pada 14 September 2023, menandakan bahwa status hukum Gus Nur kini berkekuatan tetap.
Kontroversi dan Dampak Politik
Keputusan amnesti ini menimbulkan pertanyaan mengenai motivasi di balik langkah Prabowo. Banyak yang mengaitkan tindakan tersebut dengan politik dan kemungkinan pergerakan untuk memperkuat posisi Prabowo menjelang pemilu. Kasus Gus Nur tidak hanya menyangkut hukum, tetapi juga menyentuh isu sensitivitas publik terkait reputasi presiden saat ini.
Mengaitkan Gus Nur dengan tokoh politik lain, sosok mantan Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto juga terdapat dalam daftar penerima amnesti. Hal ini menunjukkan bahwa Skema amnesti ini dapat diartikan sebagai upaya untuk menjalin jejaring politik yang lebih luas, mengingat situasi politik yang dinamis menjelang pemilu.
Respon Masyarakat dan Ahli Hukum
Beberapa kalangan masyarakat menyambut baik keputusan ini, melihatnya sebagai langkah untuk memberi kesempatan kedua bagi yang telah menjalani hukum. Namun, ada pula yang mempertanyakan keadilan dan dampaknya terhadap kepercayaan publik. Pakar hukum dan politik akan terus memantau efek dari keputusan ini, terutama dalam konteks dinamika politik Indonesia yang kian kompleks.
Tantangan Hukum di Depan
Meskipun Gus Nur kini mendapatkan amnesti, tantangan bagi dirinya dan para pengamat politik in tetap ada. Penilaian publik terhadap keputusan ini akan memengaruhi persepsi terhadap Prabowo dan kepemimpinannya ke depan. Investasi politik yang dilakukan melalui amnesti ini harus memperhatikan potensi backlash dari kelompok yang menyikapi masalah hukum dan politik secara lebih kritis.
Keputusan Prabowo untuk memberikan amnesti kepada sosok kontroversial seperti Gus Nur bisa jadi berisiko. Namun, bisa juga menjadi momen strategi politik yang cerdas seiring dengan mendekatnya pemilihan umum. Seperti yang diharapkan berbagai pihak, perkembangan ini perlu disikapi dengan seksama agar tidak menimbulkan efek negatif pada konsensus sosial dan kepercayaan publik terhadap institusi pemerintahan.
Akhirnya, tindakan amnesti ini bisa menjadi titik awal bagi Gus Nur untuk kembali menjalani hidup di luar jeruji besi, tetapi juga harus menjadi refleksi bagi semua pihak tentang implikasi yang lebih luas dalam tatanan sosial-politik di Indonesia.





