Bupati Pati, Sudewo, mengumumkan keputusan final untuk menaikkan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga 250 persen. Langkah ini memicu berbagai reaksi di kalangan masyarakat, terutama setelah pernyataannya yang viral di media sosial, di mana ia menantang demonstrasi jika masyarakat tidak setuju. Dalam video klarifikasi yang dirilis, Sudewo menyatakan, “Keputusan saya dalam hal ini sudah bulat, sudah tepat demi pembangunan daerah untuk rakyat.”
Keputusan ini diambil setelah Diskusi Intensifikasi yang dilaksanakan pada Mei lalu. Sudewo menjelaskan bahwa selama 14 tahun terakhir, tarif PBB tidak pernah disesuaikan, yang mengakibatkan stagnasi pendapatan dari sektor ini di angka Rp29 miliar per tahun. Untuk konteks, ia menambahkan bahwa meskipun Kabupaten Pati lebih besar dari Jepara, Rembang, dan Kudus, pendapatan PBB di Pati jauh di bawah daerah-daerah tersebut. “Ini tidak sebanding dengan potensi yang kita miliki,” ungkapnya.
Bupati Sudewo meyakini bahwa kenaikan tarif ini esensial untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan mendanai program-program prioritas seperti infrastruktur, rumah sakit, serta sektor pertanian dan perikanan. Dia menegaskan bahwa pajak ini penting untuk pembangunan masyarakat Pati.
Menanggapi kemungkinan protes dari masyarakat, Sudewo malah mendorong warga untuk menyuarakan aspirasinya, menyatakan, “Silakan demo. Saya tidak menantang rakyat; keputusan ini hanya yang terbaik.” Khusus mengenai pembubaran posko penggalangan dana untuk aksi protes, Sudewo menyebut bahwa penertiban dilakukan karena lokasi posko mengganggu prosesi kirab yang sedang berlangsung. Ia menekankan bahwa pihak pemerintah, melalui Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), tidak menggunakan kekerasan dalam penertiban itu.
Keputusan Sudewo mendapatkan perhatian luas, dan sejumlah warga menyatakan ketidakpuasan mereka. Meskipun Bupati mengundang keterlibatan masyarakat, banyak yang mempertanyakan dampak dari kebijakan tersebut terhadap kesejahteraan mereka secara langsung. Salah satu warga mengungkapkan, “Kenaikan pajak sebesar itu cukup memberatkan, terutama bagi kami yang pas-pasan. Kami butuh penjelasan lebih lanjut.”
Protes dari masyarakat pun mulai bermunculan di berbagai platform media sosial, di mana netizen mengungkapkan pendapat masing-masing. Keputusan ini tidak hanya menjadi isu di tingkat lokal, tetapi juga menarik perhatian media nasional, yang menilai potensi dampak sosial dan ekonomi dari kebijakan tersebut.
Lebih lanjut, Sudewo menjelaskan bahwa setiap keputusan yang diambil oleh pemerintah daerah harus mempertimbangkan luasnya aspirasi masyarakat dan dampaknya terhadap infrastruktur serta fasilitas publik. Dia berharap bahwa masyarakat dapat memahami bahwa kenaikan PBB-P2 ini, meskipun signifikan, bertujuan untuk memperbaiki kondisi daerah secara keseluruhan.
Dengan sejarah peningkatan tarif pajak yang terbatas, Bupati Pati merasa yakin ini adalah langkah yang diperlukan agar Kabupaten Pati tidak tertinggal. Namun, di tengah kebijakan ini, tantangan komunikasi antara pemerintah dan masyarakat tampaknya menjadi kunci untuk meminimalisir ketidakpuasan.
Seiring berjalannya waktu, langkah Sudewo akan diuji oleh reaksi masyarakat, dan bagaimana pemerintah lokal merespons potensi demonstrasi yang bisa terjadi. Pengawasan terhadap implementasi kebijakan ini diharapkan dapat memberikan jalan bagi dialog yang konstruktif antara pemimpin dan warganya, demi menciptakan pembangunan yang berkelanjutan dan inklusif di Kabupaten Pati.





