Keluhan mulai bermunculan dari siswa-siswa di Jawa Barat terkait kebijakan penambahan rombongan belajar (rombEl) yang semakin banyak. Dalam rangka mengatasi jumlah siswa yang meningkat, Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, telah menetapkan kebijakan menambah jumlah rombel dari 35 menjadi 50 siswa. Namun, keputusan ini menghadirkan tantangan baru, terutama di sekolah-sekolah dengan ruang kelas yang terbatas.
Sebanyak 50 siswa dalam satu rombel di ruang kelas yang sempit menyebabkan siswa mengeluhkan kepanasan dan ketidaknyamanan saat mengikuti pelajaran. Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Jabar, Purwanto, menanggapi hal ini dengan memberikan izin kepada SMA dan SMK untuk mengadakan kegiatan belajar mengajar (KBM) di luar ruangan. “Sekolah harus bisa beradaptasi dalam menyikapi kebijakan ini agar siswa tidak merasa kepanasan,” ungkap Purwanto pada Rabu (6/8).
Disdik Jabar merekomendasikan metode pembelajaran yang lebih kontekstual dan inovatif. Praktik seperti outing kelas diharapkan dapat menjadi solusi untuk mengurangi kepanasan yang dialami siswa. Contoh materi pembelajaran, seperti biologi, dapat dieksplorasi di luar kelas, memungkinkan siswa untuk berinteraksi langsung dengan lingkungan sekitar dan memahami berbagai jenis tumbuhan serta makhluk hidup lainnya.
Kebijakan penambahan rombel ini tidak terlepas dari masalah mendasar dalam mengembangkan infrastruktur pendidikan di Jabar. Menurut Gubernur Dedi Mulyadi, pembangunan sekolah SMA dan SMK di wilayah kota besar seperti Bandung, Depok, dan Bekasi tergolong minim. “Masalah utama pendidikan di Jabar adalah kurangnya pembangunan sekolah dan ruang kelas di masa lalu,” ujar Dedi.
Belanja pemerintah provinsi sebelumnya lebih banyak dialokasikan untuk teknologi informasi, sedangkan pembangunan unit sekolah baru hanya mencapai 38. Hal ini menjadi penyebab utama kekurangan fasilitas pendidikan yang memadai untuk siswa-siswa di Jabar. Dengan jumlah populasi yang terus meningkat, tantangan ini harus segera ditangani agar kualitas pendidikan tidak terhambat.
Purwanto menekankan bahwa dengan metode pembelajaran yang dibawa ke luar kelas, siswa diharapkan tidak merasa bosan dan dapat lebih terlibat dengan materi yang diajarkan. “Pembelajaran modern tidak harus melulu dilakukan dalam kelas,” tuturnya. Selain itu, ia mendorong para guru untuk merancang kegiatan yang menantang dan menarik bagi siswa agar mereka tetap bersemangat dalam belajar.
Salah satu tantangan terbesar dari kebijakan ini adalah bagaimana sekolah dapat mendesain aktivitas luar ruangan sesuai dengan kurikulum yang ada. Walaupun mengizinkan pembelajaran outdoor, Disdik Jabar mengingatkan agar semua kegiatan tetap relevan dengan materi pelajaran. Ini adalah strategi yang diharapkan dapat meningkatkan proses belajar tanpa mengorbankan kualitas pendidikan.
Ketidaksesuaian antara jumlah rombel yang ditambah dan ruang kelas yang ada menjadi sorotan utama di kalangan orang tua murid dan masyarakat. Mereka berharap bahwa pemerintah bisa lebih serius dalam menyelesaikan masalah infrastruktur pendidikan agar setiap siswa mendapatkan fasilitas yang memadai dan layak untuk belajar.
Keputusan untuk meningkatkan kapasitas rombel menjadi bagian dari upaya untuk mengatasi masalah putus sekolah dan memastikan bahwa semua anak memiliki akses yang adil terhadap pendidikan. “Kami ingin semua anak di Jabar bisa mendapatkan pendidikan yang layak tanpa harus terhambat oleh ruangan kelas yang sempit,” tutup Dedi.
Dengan tantangan ini, para pemangku kepentingan pendidikan di Jabar dituntut untuk bekerja sama dalam menciptakan solusi yang kreatif dan adaptif agar permasalahan ini dapat diatasi secara menyeluruh.





