Prada Lucky Chepril Saputra Namo, seorang prajurit TNI berusia 23 tahun, diduga tewas akibat penganiayaan oleh seniornya. Kematian tragis ini menimbulkan gelombang protes dari orangtuanya, yang kini menuntut hukuman mati untuk pelaku. Permohonan ini disampaikan oleh ayah korban, Sersan Mayor Christian Namo, saat ditemui di Kupang. Ia berharap negara ikut campur untuk menemukan keadilan bagi putranya, yang baru dua bulan menjalani tugas di Batalyon Teritorial Pembangunan (TP) 834 Waka Nga Mere di Nusa Tenggara Timur.
Sersan Mayor Namo menyampaikan, “Saya minta keadilan. Negara harus hadir untuk menindak tegas pelaku yang telah merenggut nyawa anak saya.” Ia merasa sangat kecewa, terutama karena dua rumah sakit di Kota Kupang, yakni RS Tentara dan RS Polri, menolak untuk melakukan autopsi terhadap anaknya. Penolakan ini menambah kepedihan keluarga yang ingin memastikan penyebab kematian Prada Lucky.
Latar belakang kasus ini cukup memprihatinkan. Prada Lucky, yang baru memulai karir militernya, ditemukan dalam keadaan mengenaskan, dengan tubuhnya dipenuhi lebam dan memar. Dalam sejumlah foto dan video yang beredar, terlihat jelas luka-luka lain, termasuk bekas tusukan yang menandakan tindakan kekerasan yang parah. Meski sempat dirawat di ICU RSUD Aeramo, Nagekeo, sayangnya, nyawanya tidak tertolong dan ia dinyatakan meninggal dunia pada Rabu, 6 Agustus.
Keluarga korban meminta agar pihak berwenang menangani kasus ini secara serius. Banyak yang beranggapan bahwa insiden ini mencerminkan permasalahan yang lebih luas terkait kekerasan dalam lingkungan militer. Menurut data yang dihimpun, kekerasan antarsenior di kalangan prajurit TNI bukanlah hal baru, dan kasus-kasus serupa sebelumnya juga membawa dampak fatal.
Korem 161/Wira Sakti yang bertanggung jawab atas unit tempat Prada Lucky bertugas belum memberikan penjelasan resmi mengenai insiden ini. Namun, masyarakat menantikan tindakan tegas dari pihak militer untuk menangani kasus ini agar tidak mencederai citra TNI yang seharusnya melindungi anggotanya.
Perihal dukungan dari publik, banyak warganet di media sosial juga menunjukkan simpati kepada keluarga korban. Beberapa di antaranya menuntut transparansi dan keadilan dalam proses hukum. Penyampaian dukungan ini menunjukkan bahwa masyarakat ikut mengawasi proses hukum dan berharap agar pelaku dapat dihukum seberat-beratnya.
Kasus ini tentu menimbulkan keprihatinan di kalangan masyarakat, terutama ketika nyawa seorang prajurit, yang seharusnya dilindungi dan dihormati, hilang dalam keadaan penuh luka akibat tindakan kekerasan dari rekan seprofesinya. Keluarga korban berhak mendapatkan penjelasan yang jelas dan adil, serta keadilan bagi Prada Lucky.
Sebagai langkah lanjutan, diharapkan pihak berwenang segera melakukan penyelidikan mendalam terkait insiden ini. Masyarakat menanti langkah konkret yang menunjukkan bahwa tindakan kekerasan di lingkungan militer tidak akan ditolerir. Keberanian untuk mengungkap fakta di balik kematian Prada Lucky menjadi tantangan bagi institusi militer dalam mewujudkan prinsip keadilan dan perlindungan terhadap anggotanya.
Dalam konteks ini, harapan akan perubahan positif dalam sistem militer semakin diperlukan. Penegakan hukum yang tegas dan transparan dapat membantu menghindari tragedi serupa di masa depan. Tindakan nyata dari pihak berwenang sangat dinantikan untuk memberikan keadilan dan rasa aman bagi seluruh anggota TNI dan juga masyarakat.
