Prada Lucky Ngamuk: Jenazah Anaknya Tak Diautopsi, Dokter Forensik Tak Ada

Jasad Prada Lucky Chepeil Saputra Namo, seorang prajurit TNI AD, tidak dapat diautopsi di RST Wiraksakti Kupang karena tidak adanya dokter forensik dan masalah administratif. Hal ini mengundang reaksi emosional dari ayahnya, Serma Cristian Namo, yang marah ketika mendengar bahwa penanganan jasad anaknya yang diduga tewas akibat penganiayaan tidak dapat dilakukan dengan segera.

Sambil berteriak di ruang kamar jenazah, Cristian Namo mengekspresikan ketidakpuasannya terhadap fasilitas rumah sakit tentara yang dinilai tidak memadai. “Anak saya tentara, saya juga tentara. Rumah sakit tentara sebesar ini kok tidak ada dokter forensik? Bubarkan saja rumah sakit ini,” ungkapnya dengan nada frustrasi. Ia mengaku sangat menghargai jiwa merah putih dan menegaskan tekadnya untuk mengejar keadilan atas kematian anaknya.

Sebelum meninggalkan RST Wiraksakti, Cristian menginstruksikan agar jasad putranya segera dikeluarkan. “Keluarkan jenazah anak saya sekarang, ini perintah saya,” tegasnya. Menurutnya, ia akan membawa jenazah ke rumah sakit polisi dan bersedia menanggung semua biayanya. Tindakan ini diambil sebagai bentuk protes atas ketidakmampuan rumah sakit untuk melayani situasi darurat seperti ini.

Proses pengangkutan jasad Prada Lucky dari RST Wiraksakti ke RS Bhayangkara ternyata juga menemui kendala. Pihak rumah sakit menolak untuk menerima jasad tanpa adanya surat pengantar dari rumah sakit sebelumnya, yang menambah kepedihan dan frustrasi Cristian Namo. Akibatnya, jasad Prada Lucky dibawa kembali ke rumah duka.

Prada Lucky, yang baru dua bulan bergabung dengan militer, dilaporkan tewas di tangan seniornya dalam insiden penganiayaan. Krisis ini memicu rasa sakit di kalangan keluarga dan ingin agar kasus ini diusut tuntas tanpa adanya penutupan. Cristian menegaskan keinginannya agar tidak ada lagi korban seperti anaknya di dalam institusi militer.

Pernyataan emosional Cristian Namo mencerminkan rasa kehilangan yang mendalam dan ketidakpuasan terhadap penanganan kasus kematian Prada Lucky. “Saya akan kejar terus. Pelaku harus dihukum mati!” serunya, menunjukkan keseriusannya dalam menuntut keadilan.

Kasus ini tidak hanya menyoroti masalah internal di lingkungan militer, tetapi juga menimbulkan pertanyaan mengenai kesiapan fasilitas kesehatan militer dalam menangani kasus semacam ini. Kejadian ini pun bisa menjadi momen refleksi bagi TNI AD dalam memperbaiki sistem dan prosedur yang ada demi keselamatan dan keadilan bagi anggotanya.

Sebagai informasi tambahan, insiden ini menjadikan fokus publik pada perlunya adanya protokol yang lebih baik dalam menangani kasus penganiayaan di lingkungan militer. Keluarga dan masyarakat berharap agar tindakan tegas diambil, bukan hanya untuk menyelesaikan kasus ini, tetapi juga untuk mencegah terulangnya kasus serupa di masa depan.

Sementara itu, langkah-langkah untuk melakukan evaluasi dan perbaikan di tubuh TNI AD menjadi penting agar kejadian tragis seperti ini tidak terjadi lagi. Keberanian Cristian Namo untuk berbicara secara terbuka menjadi contoh bagi keluarga lain yang mungkin mengalami situasi serupa, untuk tidak berhenti memperjuangkan keadilan demi orang yang mereka cintai.

Exit mobile version