Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Letjen TNI Suharyanto, menegaskan fokus pemerintah dalam penanggulangan kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di enam provinsi yang dianggap paling rentan. Provinsi yang menjadi perhatian utama adalah Sumatera Selatan, Jambi, Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan. Mayoritas kawasan di enam provinsi ini merupakan lahan gambut, yang terkenal sulit dipadamkan. "Api tidak langsung padam walau disiram air," ujarnya dalam konferensi pers pada Jumat (8/8/2025).
Risiko dan Tantangan
Suharyanto menjelaskan bahwa kebakaran di lahan gambut berbeda dengan kebakaran di daerah lain seperti Nusa Tenggara Timur. Di NTB, meskipun area yang terbakar lebih luas, hujan dapat memadamkan api dengan cepat. Sebaliknya, di lahan gambut, api bisa meresap jauh ke dalam tanah dan bertahan lama, sehingga mengharuskan intervensi yang lebih kompleks, termasuk penggunaan satgas darat dan peralatan khusus.
Penguatan Sumber Daya dan Teknologi
Untuk menghadapi tantangan ini, BNPB berkomitmen untuk memperkuat sumber daya, baik manusia maupun teknologi. Suharyanto menyatakan, "Kami akan terus meningkatkan kapasitas apabila kondisi lapangan menuntut." Penguatan ini mencakup pembentukan satuan tugas khusus. Di Riau, setiap kabupaten dan kota akan diperkuat oleh 100 tentara dan 100 polisi untuk memastikan koordinasi yang efektif.
Kolaborasi dengan Stakeholder
BNPB juga menggandeng berbagai stakeholders, termasuk aparat TNI dan Polri, dalam upaya mitigasi Karhutla. “Kami terus memantau eskalasi Karhutla. Jika situasi meningkat, akan ada pembentukan satgas khusus," tambahnya. Langkah ini menunjukkan bahwa penanganan Karhutla bukan hanya tanggung jawab BNPB, tetapi juga melibatkan berbagai institusi terkait.
Tindakan Persiapan Musim Kemarau
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sebelumnya melaporkan bahwa 48% Zona Musim di Indonesia telah memasuki musim kemarau pada awal Agustus 2025. BMKG juga mengingatkan bahwa ada dua wilayah yang masih berpotensi mengalami banjir. Laporan ini menambah urgensi bagi BNPB dan pihak berwenang untuk mempersiapkan mitigasi yang lebih baik sebelum kondisi cuaca memburuk.
Rencana Aksi Nyata
BNPB berencana untuk memanfaatkan teknologi dan alat modern dalam penanggulangan Karhutla. Suharyanto mengatakan, "Kami harus menggunakan semua alat yang tersedia untuk memadamkan api, terutama di area gambut yang sulit." Ini termasuk penggunaan drone untuk pemantauan udara dan teknologi pemantauan lainnya untuk mengidentifikasi titik api secara dini.
Keterlibatan Masyarakat
Selain upaya pemerintah, keterlibatan masyarakat juga diharapkan dapat memperkuat mitigasi Karhutla. Edukasi dan sosialisasi kepada warga di daerah rawan kebakaran menjadi penting agar mereka lebih sadar dan siap menghadapi potensi kebakaran.
Kesiapan BNPB di Lapangan
Dengan semua langkah yang telah direncanakan, BNPB bertekad untuk menjaga kondisi tetap terkendali. Suharyanto menegaskan, "Kami akan terus memantau potensi peningkatan Karhutla dan bersiap menghadapi situasi yang mungkin timbul." Persiapan yang matang dan kolaborasi yang efektif diharapkan dapat mengurangi risiko bencana kebakaran hutan dan lahan di enam provinsi prioritas ini.
Melihat kondisi dan dinamika yang ada, langkah-langkah yang diambil oleh BNPB dan seluruh stakeholder menjadi krusial dalam mengatasi tantangan Karhutla di Indonesia. Keberhasilan mitigasi kebakaran hutan tidak hanya bergantung pada teknologi dan sumber daya yang ada, tetapi juga pada kesadaran dan partisipasi masyarakat yang aktif.
