Kabar mengenai dua warga negara Israel yang diduga merupakan mantan tentara Israel yang menjalankan bisnis vila mewah di Bali telah memicu reaksi keras dari berbagai pihak. Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) mendesak Pemerintah Indonesia untuk bertindak tegas, bukan hanya mendeportasi, melainkan juga menangkap kedua individu tersebut, sebagai bentuk pertanggungjawaban terhadap isu kejahatan kemanusiaan di Gaza.
Sarbini Abdul Murad, Ketua Dewan Pembina MER-C, menegaskan perlunya pendekatan hukum pidana dalam menangani kasus ini jika informasi mengenai operasional bisnis oleh dua mantan tentara IDF di Bali terbukti benar. “Apabila benar ada anggota IDF yang mengelola vila langsung, pemerintah harus menahannya, bukan diekstradisi,” tegas Sarbini saat dihubungi oleh Suara.com.
Sarbini mengaitkan desakan penangkapan ini dengan konflik yang sedang berlangsung di Palestina. Dia menyatakan bahwa latar belakang individu yang diduga sebagai mantan anggota militer Israel tidak dapat dipisahkan dari tuduhan kejahatan perang serta pelanggaran hak asasi manusia (HAM). “Saya harap pemerintah tegas menghukum atas pelanggaran HAM dan melakukan genosida di Gaza, Palestina,” tambahnya.
Informasi mengenai keberadaan dan aktivitas bisnis warga Israel di Indonesia bukanlah hal baru. Sarbini menyayangkan kurangnya tindak lanjut serius dari pemerintah untuk memverifikasi isu yang sensitif ini. “Sebenarnya sudah agak lama informasi ini beredar, tapi tak di-follow up oleh pemerintah,” ujarnya.
Desakan dari MER-C ini mencerminkan posisi politik luar negeri Indonesia yang selama ini tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel sebagai bentuk solidaritas terhadap perjuangan kemerdekaan Palestina. Kehadiran warga negara Israel, terutama yang memiliki latar belakang militer, selalu menjadi isu sensitif yang berpotensi memicu kontroversi publik.
Kehadiran dua warga negara Israel yang diduga eks tentara di bidang bisnis properti di Bali, meskipun mungkin terlihat biasa, menyimpan konotasi yang jauh lebih mendalam. Isu ini tidak hanya berkaitan dengan hukum imigrasi, tetapi juga dengan persoalan politik dan kemanusiaan yang lebih luas. Banyak yang mengkhawatirkan bahwa situasi ini dapat mempengaruhi citra Indonesia di mata internasional serta menimbulkan protes dari kalangan masyarakat yang peduli terhadap isu Palestina.
Sarbini menekankan bahwa langkah pemerintah yang tepat dalam menangani masalah ini akan menunjukkan komitmen Indonesia terhadap prinsip-prinsip hak asasi manusia dan keadilan internasional. Ia meminta agar pemerintah tidak lagi mengabaikan informasi yang sudah beredar luas mengenai keberadaan individu-individu tersebut.
Sebagai negara yang memiliki sejarah panjang dalam mendukung perjuangan Palestina, Indonesia diharapkan dapat menghindari langkah-langkah yang dapat mengesankan adanya toleransi terhadap kehadiran individu-individu yang memiliki latar belakang militer yang kontroversial. Masyarakat sipil juga diharapkan lebih aktif dalam menyerukan tindakan kepada pemerintah sebagai bentuk respons terhadap situasi ini.
Akhirnya, tindakan apapun yang diambil oleh pemerintah Indonesia terkait dengan kasus ini akan menjadi sorotan dunia internasional. Langkah tegas bukan hanya penting untuk menjaga reputasi Indonesia, tetapi juga sebagai sebuah pernyataan moral terhadap komitmen negara dalam mengatasi isu-isu global terkait keadilan dan hak asasi manusia.
