Sejumlah Aparatur Sipil Negara (ASN) di Aceh ditangkap oleh Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri karena diduga terlibat dalam jaringan terorisme Negara Islam Indonesia (NII). Penangkapan ini melibatkan dua orang ASN, yaitu MZ alias KS, yang berusia 40 tahun dan bekerja di Kementerian Agama (Kemenag) Aceh, serta ZA alias SA, 47 tahun, yang bekerja di Dinas Pariwisata Kota Banda Aceh. Kementerian Agama berharap agar MZ tidak terbukti bersalah dalam keterlibatannya dengan kelompok teroris tersebut.
Sekretaris Jenderal Kemenag, Kamaruddin Amin, menegaskan bahwa pihaknya masih menunggu proses hukum yang berlangsung. “Kami doakan semoga yang bersangkutan tidak terbukti. Ini masih dalam proses,” ujar Kamaruddin pada hari Senin, 11 Agustus 2025. Ia menekankan pentingnya asas praduga tak bersalah dalam proses hukum, meskipun Kemenag akan mendukung langkah Densus 88 jika ada bukti kuat terkait keterlibatan MZ dalam jaringan NII.
Kamaruddin juga menyampaikan komitmen Kemenag dalam melaksanakan program moderasi beragama. Menurutnya, program tersebut bertujuan untuk menghargai konstitusi dan menciptakan lingkungan beragama yang harmonis. “Kemenag sejak lama telah mengambil langkah-langkah untuk mencegah penyebaran paham radikal,” jelasnya.
Dinamika kehidupan sosial, menurut Kamaruddin, membuat pencegahan radikalisasi tak selalu berjalan mulus. “Tidak ada jaminan bahwa semuanya berjalan baik-baik saja. Paham radikal bisa masuk lewat berbagai cara,” tuturnya. Oleh karena itu, Kemenag berkomitmen untuk terus memperkuat program moderasi beragama secara sistematis dan terukur di seluruh Indonesia, dengan harapan dapat mencegah penyebaran radikalisasi di kalangan ASN dan masyarakat luas.
Densus 88 sendiri melakukan penangkapan ini pada tanggal 5 Agustus 2025. MZ ditangkap saat sedang berada di sebuah warung kopi di Banda Aceh, sedangkan ZA diamankan di sebuah showroom mobil di kawasan Batoh. Penangkapan ini menunjukkan perhatian aparat penegak hukum terhadap potensi keterlibatan ASN dalam gerakan terorisme, yang dapat merusak reputasi institusi pemerintah.
Penangkapan ASN bukanlah hal yang baru. Sebelumnya, penegakan hukum terhadap individu-individu yang diduga terlibat dalam jaringan terorisme telah menjadi fokus utama Densus 88. Penangkapan ini bertujuan untuk memberikan efek jera serta menegakkan hukum dalam rangka melindungi masyarakat dari ancaman radikalisasi.
Kemenag, di bawah kepemimpinan Kamaruddin, berupaya untuk menciptakan lingkungan beragama yang lebih moderat. Menurutnya, moderasi beragama penting untuk menghormati perbedaan dan menjaga kerukunan antarumat beragama. “Kami ingin ASN dan masyarakat memahami pentingnya menjaga kesatuan dan keharmonisan, serta menolak segala bentuk radikalisasi,” tambahnya.
Secara keseluruhan, situasi ini menjadi peringatan bahwa penting untuk terus meningkatkan kesadaran dan pendidikan mengenai bahaya radikalisasi. Kemenag berkomitmen untuk terus melakukan pembinaan kepada ASN dalam penguatan moderasi beragama. Harapannya, dengan program yang jelas dan terarah, penyebaran paham radikal dapat dicegah, dan lingkungan yang aman serta damai bisa terwujud.
Mengingat pentingnya kasus ini, masyarakat juga diharapkan berperan aktif dalam melaporkan setiap aktivitas mencurigakan yang dapat mendukung penyebaran radikalisasi. Dalam menghadapi tantangan ini, kolaborasi antara pemerintah, aparat penegak hukum, dan masyarakat sangat diperlukan untuk menciptakan lingkungan yang bebas dari terorisme.





