Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menetapkan hukuman 14 tahun penjara kepada Hendry Lie, pemilik mayoritas saham PT Tinindo Inter Nusa, dalam kasus korupsi yang terkait dengan pengelolaan tata niaga komoditas timah. Putusan tersebut diumumkan pada 11 Agustus 2025, setelah majelis hakim menilai bahwa Hendry terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.
Majelis hakim yang diketuai Albertina, bersama anggota Tahsin dan Agung Iswanto, menyatakan bahwa perbuatan Hendry Lie merugikan keuangan negara secara signifikan. “Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa dengan pidana penjara selama 14 tahun,” jelas amar putusan yang tertulis dalam laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP).
Dalam sidang sebelumnya pada 12 Juni 2025, Hendry Lie juga divonis 14 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Jakarta. Saat itu, Ketua Majelis Hakim Tony Irfan mengemukakan bukti yang meyakinkan bahwa Hendry melanggar ketentuan dalam Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam proses ini, jaksa penuntut umum sebenarnya menuntut hukuman yang lebih berat, yaitu 18 tahun penjara.
Selain hukuman penjara, Hendry wajib membayar denda sebesar Rp1 miliar. Jika denda tersebut tidak dibayar, dia akan menjalani pidana kurungan selama enam bulan. Yang lebih mengejutkan, Hendry juga dihukum untuk membayar uang pengganti hingga Rp1,05 triliun, paling lambat sebulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap. Jika ia gagal memenuhi kewajiban ini, harta bendanya akan disita dan dilelang untuk menutupi utang tersebut. Jika jumlah harta benda yang disita tidak mencukupi, Hendry terancam hukuman penjara tambahan selama delapan tahun.
Majelis hakim menilai bahwa tindakan korupsi yang dilakukan Hendry berpotensi menimbulkan dampak buruk bagi masyarakat dan ekonomi negara. Dalam keputusan tersebut, aspek yang memberatkan adalah besar kerugian yang diderita negara, sementara yang meringankan adalah fakta bahwa Hendry tidak memiliki catatan kriminal sebelumnya.
Kasus ini mencuat terkait pengelolaan izin usaha pertambangan timah oleh PT Timah Tbk selama periode 2015-2022. Kasus ini mengundang perhatian publik mengingat besarnya kerugian yang dialami negara dan dampak luas yang ditimbulkan terhadap industri timah di Indonesia.
Pengawasan terhadap dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan sumber daya alam menjadi sangat penting, mengingat sektor ini berperan besar terhadap ekonomi nasional. Kasus ini menunjukkan bahwa penegakan hukum terhadap korupsi masih perlu ditingkatkan agar tidak ada lagi pelanggaran serupa di kemudian hari.
Penanganan kasus Hendry Lie diharapkan dapat menjadi pelajaran bagi pengusaha lain serta membangun kepercayaan masyarakat terhadap lembaga hukum dan sistem peradilan di Indonesia. Dengan adanya putusan ini, diharapkan juga akan ada efek jera bagi pelaku bisnis yang berniat melakukan tindakan serupa di masa mendatang.
Hingga saat ini, proses hukum dan pengawasan terhadap praktik korupsi masih menjadi isu krusial di Indonesia, di mana transparansi dan akuntabilitas diperlukan untuk menjaga kepercayaan publik dan kesejahteraan masyarakat.
