Para pelaku usaha perhotelan di Kota Mataram kini merasakan dampak negatif dari kebijakan pembayaran royalti untuk pemutaran musik, yang ditagihkan oleh Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN). Sejak bulan lalu, sejumlah hotel menerima surat tagihan yang menimbulkan keresahan akibat nominal yang dianggap memberatkan serta ancaman sanksi pidana bagi yang tidak mematuhi.
Rega Fajar Firdaus, General Manager Grand Madani Hotel, mengonfirmasi bahwa hotel yang dipimpinnya menerima tagihan royalti sebesar Rp4 juta. “Tagihan itu memang benar, dan kami terima sejak bulan Juli kemarin,” ungkapnya. Ketegangan semakin meningkat karena pengusaha yang dianggap tidak kooperatif dapat dihadapkan pada sanksi pidana hingga 10 tahun penjara dan denda maksimal Rp4 miliar.
Aturan mengenai kewajiban pembayaran royalti ini dinyatakan dalam Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No: HKI.2.OT.03.01 Tahun 2016. Meski pengusaha menyadari ada dasar hukum untuk pembayaran ini, mereka menyayangkan bahwa sosialisasi baru dilakukan pada Juni, diikuti oleh pengiriman tagihan. Rega mencatat, “Saya sudah diajak sosialisasi, tetapi kenapa setelah itu langsung muncul tagihan?”
Situasi semakin membingungkan ketika hotel-hotel kelas melati tanpa fasilitas TV di kamar juga menerima surat tagihan. “Tidak semua hotel menggunakan musik di kamar. Bahkan ada yang tidak memiliki TV, tetapi tetap ditagih karena dugaan pemutaran musik di lobi,” jelas Rega. Hal ini menimbulkan keraguan mengenai dasar perhitungan tagihan yang diterima.
Para pengusaha hotel merasa perlu adanya tindakan dari pemerintah untuk menyelesaikan masalah ini. Dengan adanya somasi yang diterima oleh beberapa anggota asosiasi hotel, banyak pengusaha berharap pemerintah dapat melakukan mediasi. “Kami butuh pemerintah untuk meluruskan hal ini. Beberapa hotel memilih membayar untuk menghindari konfrontasi, tapi banyak yang merasa tidak mampu membayar,” tegas Rega.
Memperhatikan reaksi pelaku usaha, penting untuk memahami bahwa banyak dari mereka berjuang untuk mematuhi aturan di tengah tantangan ekonomi yang ada. Penambahan biaya operasional akibat kewajiban royalti ini bisa memberikan dampak yang lebih besar pada industri perhotelan yang masih berjuang untuk pulih pasca-pandemi.
Dalam kondisi ini, diharapkan pemerintah dapat mengevaluasi kembali regulasi yang ada serta mencari solusi yang adil bagi semua pihak, termasuk mempertimbangkan situasi unik yang dihadapi hotel-hotel kecil dan menengah. Sementara itu, pelaku usaha hanya bisa berharap agar kebijakan tidak semakin memberatkan mereka dan dapat menemukan jalan tengah yang menyenangkan bagi semua pihak.





