Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengambil langkah tegas dalam upaya memberantas korupsi kuota haji dengan menggeledah kantor sebuah agensi perjalanan haji pada Kamis, 14 Agustus 2025. Penggeledahan ini dilakukan sebagai bagian dari penyidikan yang tengah berlangsung terkait dugaan penyimpangan dalam pengelolaan kuota haji oleh kementerian terkait.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengonfirmasi pelaksanaan penggeledahan tersebut namun belum mengungkapkan identitas agensi yang terlibat. Ia menekankan pentingnya kerja sama dari pihak-pihak terkait selama proses investigasi. “Kami mengingatkan semua pihak untuk kooperatif, terutama dalam mencari bukti dan petunjuk yang diperlukan,” ujarnya. Hal ini mengindikasikan bahwa KPK sangat serius dalam mengumpulkan bukti untuk mendalami kasus ini lebih lanjut.
Kasus korupsi kuota haji ini mulai diusut KPK sejak 9 Agustus 2025 setelah pemeriksaan terhadap mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, yang berlangsung dua hari sebelumnya. Pengusutan ini juga melibatkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk memperkirakan kerugian negara akibat dugaan penyimpangan ini, yang diperkirakan mencapai lebih dari Rp 1 triliun.
Seiring dengan penyidikan ini, KPK juga telah mengambil tindakan pencegahan dengan melarang tiga orang, termasuk mantan Menteri Agama, untuk bepergian ke luar negeri. Hal ini menunjukkan keseriusan KPK dalam menindaklanjuti kasus yang melibatkan lebih dari 100 agen travel yang diduga terlibat dalam skandal kuota ini.
Masalah ini semakin diperparah oleh temuan Pansus Angket Haji DPR yang menyebutkan adanya kejanggalan dalam penyelenggaraan ibadah haji 2024. Khususnya, mereka menyoroti soal pembagian kuota tambahan dari Pemerintah Arab Saudi. Dari total tambahan 20.000 kuota, Kemenag tersebut membagi 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus. Kebijakan ini bertentangan dengan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang mengatur kuota khusus sebesar 8% dan kuota reguler 92%.
Kasus ini tidak hanya menarik perhatian para pengamat hukum, tetapi juga masyarakat luas, terutama para jemaah haji yang sering kali merasa dirugikan. Ketidakjelasan dan ketidakpastian dalam pengaturan kuota ini bisa mempengaruhi peluang mereka untuk menunaikan ibadah haji, dan kekecewaan ini bisa berujung pada ketidakpercayaan publik terhadap institusi yang seharusnya melayani mereka.
Masyarakat berharap agar KPK dapat bekerja dengan transparansi dan integritas dalam menangani kasus ini agar para pelaku yang terlibat dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya. Sebuah langkah proaktif dan investigasi yang mendalam diharapkan bisa memulihkan kepercayaan publik terhadap sistem penyelenggaraan ibadah haji di Indonesia.
Penggeledahan ini, meskipun mungkin hanya salah satu tahap dalam proses penyidikan, sudah menunjukkan bahwa KPK tidak akan mentolerir praktik korupsi yang merugikan negara dan masyarakat. Kini, tinggal menanti langkah-langkah berikutnya yang akan diambil KPK dalam upaya mengusut tuntas skandal ini.
