Setya Novanto (Setnov), mantan Ketua Umum Partai Golkar dan Ketua DPR, baru saja bebas bersyarat dari Lapas Sukamiskin, Bandung, setelah menjalani hukuman terkait kasus korupsi pengadaan e-KTP. Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Muhammad Sarmuji, menanggapi kebebasan Setnov dengan optimisme, meyakini bahwa mantan politisi tersebut akan menjadi pribadi yang lebih baik setelah menjalani masa pemasyarakatan.
“Pak Novanto sudah menjalani pemasyarakatan sebagai bekal saat menjalani hidup normal. Insya Allah lebih baik,” ujar Sarmuji saat dihubungi. Dia menambahkan bahwa Setnov membutuhkan waktu untuk beradaptasi dengan kehidupan di luar penjara dan menyarankan agar Setnov tidak langsung kembali ke dalam struktur kepengurusan partai.
“Beliau baru bebas, pasti butuh adaptasi. Masuk pengurus menyita pikiran. Biarkan beliau menikmati hidup tanpa beban terlebih dahulu,” jelas Sarmuji. Pernyataan ini menunjukkan pendekatan partai yang lebih humanis, mengutamakan kesejahteraan individu daripada kepentingan organisasi di saat yang sensitif ini.
Setnov dijatuhi hukuman 15 tahun penjara, yang kemudian dikurangi menjadi 12 tahun 6 bulan setelah Mahkamah Agung mengabulkan permohonan peninjauan kembali. Sejak dibebaskan, pemantauan dan evaluasi terhadap Setnov terlihat menjadi fokus, termasuk tanggapan dari pihak KPK. Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengingatkan masyarakat tentang pentingnya memerangi korupsi, mengingat kasus yang melibatkan Setnov berdampak besar pada publik.
“Bicara soal perkara itu, kita kembali diingatkan akan sebuah kejahatan korupsi yang serius, dengan dampak yang benar-benar dirasakan hampir seluruh masyarakat Indonesia,” ungkap Budi. Ia juga berharap kasus ini bisa menjadi pembelajaran agar tidak terulang di masa mendatang, sejalan dengan tema HUT RI ke-80 yang mengajak semua elemen masyarakat bersatu melawan korupsi.
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Jabar, Kusnali, menyatakan bahwa pembebasan bersyarat Setnov merupakan hasil dari pemenuhan syarat hukum, termasuk pelunasan denda dan penggantian kerugian terkait kasusnya. Setnov telah membayar denda sebesar Rp500 juta dan lebih dari Rp43 miliar sebagai uang pengganti, menyisakan sedikitnya Rp5,3 miliar yang akan diselesaikan.
Sebagai tokoh publik, langkah-langkah selanjutnya dari Setnov akan tetap menjadi sorotan. Masyarakat dan media akan mengamati apakah ia akan kembali terlibat dalam aktivitas politik atau mengambil jalur publik lainnya.
Sarmuji sendiri tidak dapat memprediksi kapan Setnov akan kembali berkiprah di dunia politik. Namun, upaya untuk menjaga citra partai pasca-narasi negatif akibat kasus korupsi menjadi tantangan tersendiri bagi Golkar. Di saat yang sama, Golkar tampak berusaha untuk menegaskan bahwa mereka siap memberikan ruang bagi anggotanya untuk memperbaiki diri, serta mempromosikan visi keberlanjutan dalam pengawasan integritas para pemimpin.
Ketika Setnov melangkah kembali ke dunia luar, harapan untuk perubahan positif dan pembelajaran dari pengalaman pahit akan menjadi hal yang penting, baik bagi dirinya maupun bagi partai yang pernah dipimpinnya. Sementara itu, Deklarasi nasional untuk mengatasi praktik korupsi terus berlanjut, menjadi satu aspek penting yang perlu digarisbawahi dalam momen pembebasan Setnov, bahwa pertempuran melawan korupsi adalah tanggung jawab bersama.
Di tengah kesibukan mediatisasi kehidupan pasca penjara Setnov, Golkar tampaknya mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan dengan memberikan kesempatan kedua kepada mantan ketua umum mereka. Penanganan isu ini akan menjadi penting dalam mengatur langkah ke depan, baik untuk Setnov maupun untuk Golkar itu sendiri.
