Pajak dan Zakat: Mewujudkan Keadilan Sosial dalam Ekonomi Modern

Pajak dan zakat memiliki peran penting dalam upaya mencapai keadilan sosial, namun keduanya berbeda dalam cara kerja dan dampaknya terhadap masyarakat. Dalam sebuah acara di Agustus 2025, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan bahwa membayar pajak serta memberikan zakat dan wakaf adalah implementasi prinsip keadilan. Dia menekankan bahwa setiap rezeki dan harta memiliki hak orang lain yang perlu dipenuhi melalui berbagai instrumen ini.

Pajak, sebagai instrumen dari negara, bertujuan untuk membiayai kebutuhan publik dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Pajak ini berlaku untuk semua lapisan masyarakat tanpa memandang status ekonomi. Meskipun pemerintah mencoba menerapkan sistem pajak progresif, yang mewajibkan individu berpenghasilan tinggi membayar tarif lebih tinggi, ada kritik terhadap pajak yang bersifat regresif. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang diterapkan secara seragam sering menjadi beban bagi masyarakat berpendapatan rendah, yang menghabiskan sebagian besar penghasilannya untuk konsumsi sehari-hari.

Sementara itu, zakat muncul sebagai instrumen yang mencerminkan prinsip fiskal progresif. Hanya individu dengan kekayaan di atas nisab yang diwajibkan untuk membayar zakat, dan ini tidak membebani mereka yang berpenghasilan rendah. Zakat berfungsi sebagai jaminan sosial, langsung membantu mereka yang membutuhkan. Sebagai mekanisme redistribusi, zakat menjangkau individu yang memiliki surplus kekayaan, menjadikannya lebih efisien dan langsung dibandingkan pajak.

Keberadaan zakat memberikan nilai moral dan spiritual yang kuat, yang tidak dimiliki oleh pajak. Dalam ajaran Islam, zakat diwajibkan sebagai bentuk pengabdian kepada Tuhan dan berfungsi sebagai pembersih harta. Dalam perspektif ini, zakat bukan sekadar kewajiban sosial, tetapi juga merupakan manifestasi dari solidaritas dan nilai-nilai keadilan.

Kritik terhadap hubungan antara pajak dan zakat muncul karena keduanya bekerja dalam kerangka yang berbeda. Meskipun keduanya bertujuan untuk mencapai keadilan sosial, pajak berfungsi sebagai kewajiban fiskal negara, sementara zakat adalah kewajiban moral individu. Pajak berfokus pada penyediaan layanan publik yang lebih luas, sedangkan zakat terarah langsung kepada indivíduos yang membutuhkan.

Hal ini penting untuk dipahami, terutama ketika melihat pengaruh perangai pajak konvensional dalam menciptakan ketidakadilan. Pajak yang bersifat regresif, seperti PPN, sering kali lebih memberatkan bagi mereka yang berpendapatan rendah. Pajak yang diterapkan secara seragam tidak mencerminkan kemampuan ekonomi individu, yang dapat menyebabkan ketidakadilan dalam distribusi beban pajak.

Di sisi lain, zakat lebih memperhatikan kondisi ekonomi individu. Karena hanya dikenakan pada mereka yang kaya, zakat memastikan bahwa redistribusi kekayaan berlangsung lebih adil dan mempertimbangkan taraf hidup masyarakat yang lebih rentan. Sistem zakat, dengan karakteristiknya yang unik, membangun hubungan timbal balik yang saling menguntungkan di antara berbagai lapisan masyarakat.

Sebagai tambahan, penting untuk mencatat bahwa baik pajak maupun zakat memiliki peranan krusial dalam pencapaian tujuan keadilan sosial. Namun, pemahaman yang lebih mendalam mengenai perbedaan karakteristik dan fungsi dari masing-masing instrumen ini amat diperlukan. Dengan demikian, tidak bijaksana untuk menyamakan keduanya secara langsung, meskipun keduanya memiliki tujuan yang serupa.

Dengan pendekatan yang lebih holistik dan komprehensif, pajak dan zakat dapat dilihat sebagai dua sisi dari satu koin yang saling melengkapi. Keduanya berkontribusi dalam menciptakan masyarakat yang lebih adil dan sejahtera, namun dengan cara dan tujuan yang berbeda. Dalam konteks ini, pernyataan Sri Mulyani tentang pentingnya zakat, pajak, dan wakaf harus ditinjau lebih dalam, agar masyarakat dapat memahami bagaimana masing-masing instrumen ini berfungsi untuk mencapai keadilan yang lebih merata di dalam masyarakat.

Exit mobile version