
Penanganan dampak erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki di Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, masih terus berlangsung. Sejak meletus pada 3 November 2024, gunung ini telah mengalami 1.340 kali erupsi hingga 16 Agustus 2025, dengan delapan di antaranya berstatus besar. Dalam kondisi ini, status gunung terus berada di Level 4 (Awas), yang menunjukkan potensi bahaya yang serius bagi penduduk di sekitarnya.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Letjen TNI Suharyanto, menyampaikan bahwa kondisi saat ini masih dalam tanggap darurat. “Erupsi terus terjadi. Sehingga statusnya di sana tetap tanggap darurat,” ujarnya dalam rapat tingkat menteri yang berlangsung di kantor Kemenko PMK, Jakarta. Rapat ini melibatkan perwakilan kementerian, lembaga, serta pemerintah daerah yang terdampak bencana.
Sejumlah pengungsi dari daerah terdampak telah dievakuasi ke lokasi aman, dengan sebagian besar memilih tinggal di hunian sementara atau huntara yang disediakan pemerintah. Berdasarkan data, tercatat ada sekitar 2.850 jiwa atau 850 kepala keluarga yang kini tinggal di huntara. Sebuah pos pengungsian di Konga masih menampung 250 kepala keluarga yang belum dipindahkan ke huntara tahap akhir, yang diharapkan rampung pada Agustus ini.
Suharyanto menjelaskan bahwa meskipun banyak yang telah menempati huntara dengan kehidupan yang mulai normal, beberapa pengungsi masih harus menunggu hunian akhir diselesaikan. “Satu tempat di Pos Pengungsian Konga masih ada pengungsi berjumlah 250 kepala keluarga. Itu segera akan dipindahkan,” tegasnya.
Pemerintah tidak hanya bertanggung jawab terhadap tempat tinggal sementara tetapi juga terhadap pemenuhan kebutuhan dasar para pengungsi. Berkat kerja sama antara pemerintah, lembaga, dan dunia usaha, logistik dan kata Suharyanto, “Kebutuhan masyarakat tidak ada masalah.” Ini menunjukkan bahwa keterlibatan berbagai pihak sangat penting dalam penanganan bencana ini.
Namun, huntara bukanlah tempat tinggal permanen. Pemerintah rencananya akan menyiapkan lokasi relokasi ke hunian tetap di Desa Noboleto. Untuk itu, akses jalan sepanjang 8 kilometer saat ini sedang dibuka menuju lokasi tersebut. Suharyanto menegaskan pentingnya relokasi ini dengan mengatakan, “Mereka tidak selamanya tinggal di huntara,” menunjukkan semangat untuk memulihkan kehidupan masyarakat yang terdampak.
Selain itu, pemerintah memberikan pilihan relokasi mandiri kepada masyarakat. Warga diberi kebebasan untuk memilih lokasi aman lain yang sesuai dengan preferensi mereka. Dengan dukungan infrastruktur dan penyediaan kebutuhan dasar, masyarakat diharapkan dapat kembali menata kehidupan mereka di tempat baru.
Sementara itu, upaya edukasi dan informasi tentang bahaya potensi erupsi juga terus dilakukan oleh BNPB dan pihak terkait. Masyarakat diharapkan dapat memahami situasi dan memberikan dukungan kepada sesama. Keterlibatan masyarakat dalam proses pencarian solusi yang terbaik dapat memperkuat ketahanan mereka terhadap bencana.
Melihat kondisi yang ada, harapan kini tertuju pada pemindahan para pengungsi ke hunian tetap. Dengan dukungan pemerintah dan masyarakat, diharapkan semua yang terdampak dapat menjalani kehidupan yang lebih baik dan aman dari ancaman bencana di masa mendatang.





