Putri Presiden ke-4 RI, Abdurrahman Wahid, Yenny Wahid, menegaskan bahwa ia akan menolak apabila ditawari posisi komisaris di Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) oleh Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung. Dalam pertemuan yang berlangsung di Balai Kota DKI Jakarta pada Jumat, 22 Agustus 2025, Yenny menyatakan, “Halah, saya sudah cukup. Saya sekarang komisaris di bank swasta, bukan bank pemerintah. Saya murni orang swasta.” Pernyataan ini menunjukkan kejelasan sikapnya untuk tetap fokus pada dunia usaha dan tidak tertarik pada jabatan publik.
Yenny Wahid menjelaskan bahwa saat ini dirinya merasa puas dengan posisinya yang ada. Ia menyebutkan bahwa jabatan komisaris di perusahaan pelat merah bukanlah kebutuhan baginya. “Saya bukan pejabat, saya juga kerja seperti masyarakat pada umumnya untuk dapat penghasilan. Jadi, benar-benar tidak ada terikat dengan pemerintah,” ungkapnya. Pernyataan ini mengindikasikan keinginan Yenny untuk lebih berkontribusi secara langsung kepada masyarakat melalui kegiatan usaha yang dijalaninya.
Lebih jauh, Yenny menegaskan bahwa pertemuannya dengan Pramono tidak membahas tentang jabatan, tetapi mengenai program pelestarian kawasan pesisir Jakarta. Ini menunjukkan komitmennya untuk berkontribusi dalam inisiatif sosial yang berdampak positif bagi masyarakat, ketimbang mengejar jabatan formal yang mungkin lebih menguntungkan secara finansial.
Yenny juga memberitahukan bahwa kemungkinan untuk menerima jabatan komisaris di BUMD sangat tidak mungkin, mengingat adanya aturan yang melarang seorang komisaris perusahaan swasta untuk rangkap jabatan di perusahaan daerah atau negara. “Enggak bisa. Karena komisaris bank itu ada pembatasan. Jadi ya sudah jelas,” tegasnya, memastikan bahwa posisinya sekarang tidak akan terganggu oleh tawaran yang mungkin datang di masa depan.
Langkah Yenny Wahid yang tegas menolak tawaran posisi di BUMD mencerminkan sikap independensinya dan keputusan untuk tetap berada di jalur karier yang dipilihnya. Dalam konteks yang lebih luas, hal ini juga mencerminkan arah perkembangan sektor publik dan swasta di Indonesia, di mana individu yang memiliki latar belakang kuat dalam dunia usaha lebih memilih untuk tidak berorientasi pada jabatan publik.
Sebagai putri tercinta Gus Dur, Yenny tidak hanya mewarisi nama besar, tetapi juga tanggung jawab untuk melanjutkan nilai-nilai yang diajarkan oleh ayahnya. Lewat keputusannya yang berani ini, Yenny berupaya untuk memberikan inkarnasi baru bagi pemulihan tradisi tersebut—fokus pada kerja keras dan kontribusi nyata bagi masyarakat, tanpa mengandalkan jabatan formal.
Demikian juga, tindakan Yenny ini turut menginspirasi generasi muda untuk lebih memikirkan tentang kontribusi kepada masyarakat daripada sekadar mengejar posisi. Kesadaran akan pentingnya kontribusi individu bagi kemajuan bangsa, terutama dalam konteks ekonomi yang terus berkembang, menjadi kunci dalam menciptakan lapangan pekerjaan dan memastikan kesejahteraan masyarakat.
Yenny Wahid, dengan keyakinan dan keteguhan tekadnya, menunjukkan bahwa pilihan karier yang dilakukan tidak harus selalu berkaitan dengan posisi publik. Melalui keterlibatan aktif dalam dunia usaha dan program-program sosial lainnya, dia membuktikan bahwa setiap orang dapat berkontribusi untuk negeri dengan cara yang mereka pilih, selama ada kemauan dan iniciativa.





