Menbud Dorong Industri Budaya sebagai Pilar Pertumbuhan di Sidang APEC

Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, Fadli Zon, baru-baru ini menghadiri APEC High-Level Dialogue on Cultural and Creative Industries (HLD-CCI) di Gyeongju, Korea Selatan. Forum ini merupakan dialog kebudayaan pertama dalam kerangka APEC yang dihadiri oleh para Menteri Kebudayaan dari 20 negara anggota. Dalam pidatonya, Fadli Zon menekankan pentingnya posisi industri budaya dan kreatif sebagai pilar baru dalam kerjasama ekonomi di kawasan Asia-Pasifik.

Fadli menjelaskan bahwa industri budaya dan kreatif (Cultural and Creative Industries, CCI) telah membentuk ekosistem global yang bernilai mencapai 4,3 triliun Dolar AS, berkontribusi sebesar 6 persen terhadap perekonomian dunia dan menciptakan 30 juta lapangan kerja. Dari angka tersebut, sebagian besar lapangan kerja berasal dari Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) serta tenaga muda. Ia menekankan bahwa potensi industri ini sangat besar, terutama di Indonesia yang memiliki keanekaragaman budaya yang tinggi, dengan 17.000 pulau, 1.340 kelompok etnis, dan 718 bahasa.

Data lebih lanjut menunjukkan dampak besar sektor budaya di Indonesia. Misalnya, diperkirakan jumlah penonton film nasional akan mencapai 122 juta pada tahun 2024. Selain itu, ekspor batik meningkat sebesar 76 persen pada kuartal pertama tahun 2025. Hal ini menunjukkan bahwa sektor budaya dapat menjadi penggerak investasi dan pencipta kerja yang signifikan.

Dalam kerjasama ini, Menteri Kebudayaan, Olahraga, dan Pariwisata Republik Korea Selatan, Chae Hwi-young, juga menyatakan bahwa agenda bersama tersebut bertujuan untuk memperkuat nilai ekonomi dari industri budaya, yang belum pernah dibahas formal sebelumnya dalam konteks APEC. Fadli menekankan bahwa transformasi digital dan pemanfaatan AI sangat penting dalam mendorong perkembangan CCI. Indonesia, yang kini menjadi ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara, mengalami pertumbuhan yang signifikan, dengan proyeksi mencapai 130 miliar Dolar AS pada tahun 2025.

Namun, Fadli juga menyampaikan keprihatinan mengenai kesenjangan digital dan risiko yang ditimbulkan oleh teknologi AI, termasuk potensi bias algoritmik dan eksklusi bahasa. Ia menekankan perlunya pengembangan AI generatif yang cocok dengan nilai dan konteks lokal untuk melestarikan bahasa daerah dan tradisi lisan. “AI harus menjadi kekuatan yang memberdayakan, bukan yang meminggirkan,” ujarnya.

Selain itu, Fadli menggarisbawahi peran budaya sebagai penguat harmoni antar bangsa dan sebagai alat diplomasi yang efektif. Dalam forum ini, ia memaparkan berbagai upaya Indonesia dalam mendorong nominasi warisan budaya di UNESCO, termasuk Kebaya dan Jaranan, serta inisiatif baru tentang Rice Culture bersama dengan negara-negara ASEAN dan Korea Selatan. “Budaya adalah jembatan yang menghubungkan kita di tengah perbedaan dan membangun perdamaian,” tegas Fadli.

Fadli juga mengumumkan bahwa Indonesia akan menjadi tuan rumah CHANDI 2025 di Bali dengan tema “Culture for the Future.” Forum ini akan membahas isu-isu penting seperti pelestarian warisan budaya dalam menghadapi krisis iklim, digitalisasi, pemberdayaan generasi muda, dan industri budaya berkelanjutan. “Saya menantikan kehadiran Anda semua di Bali untuk menegaskan komitmen bersama bahwa budaya harus menjadi jantung pembangunan global pasca-2030,” tuturnya.

Sidang ini diakhiri dengan adopsi pernyataan bersama yang menandai langkah awal baru APEC dalam mengarusutamakan kultur budaya sebagai kekuatan strategis di Asia-Pasifik. Para negara anggota sepakat untuk menjadikan HLD-CCI sebagai forum permanen dalam APEC yang menunjukkan komitmen bersama untuk mengembangkan industri budaya sebagai pilar pertumbuhan baru di kawasan ini.

Exit mobile version