Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) berkomitmen untuk menyelidiki secara mendalam insiden tragis yang menewaskan seorang pengemudi ojek online, Affan Kurniawan (21), yang terlindas oleh kendaraan taktis (rantis) milik Brimob dalam aksi demonstrasi di Jakarta pada malam 28 Agustus 2025. Peristiwa ini memicu keprihatinan luas, terutama terkait penggunaan kekerasan oleh aparat penegak hukum terhadap masyarakat sipil.
Ketua Komnas HAM, Anis Hidayah, menyatakan bahwa pihaknya akan turun ke lapangan untuk mengumpulkan data serta memanggil pihak-pihak terkait demi menyusun rekomendasi yang bertujuan mencegah terulangnya kejadian serupa. Ia menambahakan bahwa insiden tersebut merupakan “bentuk kekerasan negara terhadap masyarakat sipil yang tidak dapat ditoleransi”, dan dapat melanggara hak asasi manusia.
Anis juga mengutuk tindakan oknum polisi yang mengemudikan kendaraan rantis secara sembrono, yang menyebabkan jatuhnya korban. Ia menekankan perlu adanya perubahan dalam pendekatan pengamanan demonstrasi, dengan mengedepankan prinsip penghormatan terhadap hak asasi manusia. Komnas HAM mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk segera mengambil sikap dan memastikan pengamanan demonstrasi menekankan perlindungan terhadap hak asasi masyarakat.
“Kapolri harus memastikan bahwa setiap aksi demonstrasi berlangsung dalam koridor yang menghormati dan memenuhi hak asasi individu yang menyuarakan pendapat,” jelas Anis. Pernyataan ini menunjukkan urgensi bagi kepolisian untuk mengevaluasi kembali prosedur pengamanan mereka agar tidak ada lagi tindakan yang dapat menyebabkan korban di antara masyarakat sipil.
Komnas HAM juga mengimbau masyarakat agar tidak ragu untuk menggunakan hak konstitusional mereka dalam menyampaikan pendapat secara damai. Dalam konteks ini, Anis berharap semua pihak dapat berperan untuk menjaga situasi tetap kondusif dan menghindari eskalasi konflik. “Negara memiliki kewajiban untuk menjamin bahwa aksi demonstrasi sebagai bagian dari kebebasan berekspresi dapat berjalan dengan aman,” pungkasnya.
Di tengah perdebatan ini, insiden seperti ini makin menegaskan pentingnya evaluasi terhadap mekanisme pengendalian kerumunan dan interaksi antara polisi dengan demonstran. Kritik terhadap penggunaan kekerasan dalam bentuk apapun menunjukkan betapa pentingnya bagi institusi penegak hukum untuk beradaptasi dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia dalam setiap tindakan mereka.
Kejadian ini mencerminkan tantangan besar yang dihadapi oleh aparat keamanan dalam menjalankan tugas mereka, terutama saat menangani kerumunan yang mungkin mewakili pandangan berbeda dari pemerintah. Tindakan kekerasan hanya akan memperburuk hubungan antara masyarakat dan aparat, serta merusak kepercayaan publik terhadap institusi tersebut.
Selain itu, media dan masyarakat juga diharapkan dapat memonitor perkembangan kasus ini dengan seksama. Kejernihan dalam pelaporan fakta dan konfrontasi terhadap kebijakan yang ada akan membantu menyalurkan aspirasi masyarakat, serta mendorong akuntabilitas baik di tingkat pemerintahan maupun aparat penegak hukum.
Keberanian masyarakat untuk menyuarakan pendapat mereka sangat penting dalam demokrasi, dan insiden ini harus menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak. Pengalaman ini diharapkan bisa memperkuat komitmen bersama untuk menjamin hak asasi dan kebebasan berbicara, serta menegakkan hukum secara adil dan manusiawi. Dengan langkah nyata dari Komnas HAM serta dukungan masyarakat, diharapkan tragedi serupa tidak akan terjadi di masa mendatang.
