
Dua anggota Brimob, Kompol K dan Bripka R, akan menjalani sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) pada 3 dan 4 September 2025 menyusul keterlibatan mereka dalam kasus tewasnya pengemudi ojek online (ojol) Affan Kurniawan. Keduanya dianggap melakukan pelanggaran berat setelah mobil kendaraan taktis yang mereka kendarai melindas Affan saat terjadi kericuhan di Pejompongan, Jakarta Pusat, pada 28 Agustus 2025.
Karowagprof Propam Polri, Brigjen Pol Agus Wijayanto, menjelaskan bahwa sidang untuk kategori pelanggaran berat akan berlangsung pada Rabu, 3 September 2025, untuk terduga pelanggar Kompol K. Sedangkan sidang untuk Bripka R dijadwalkan pada Kamis, 4 September 2025. Agus juga menambahkan bahwa lima anggota lainnya—Aipda MR, Briptu D, Bripda M, Bharaka J, dan Bharaka YD—juga akan menghadapi sidang, namun dengan kategori pelanggaran sedang yang akan berlangsung setelah 4 September.
Proses hukum dalam kasus ini dimulai ketika mobil rantis Brimob melindas Affan Kurniawan di area yang sedang ricuh. Video insiden tersebut menunjukkan Affan yang terjatuh setelah mobil melindasinya, meskipun awalnya mobil itu sempat berhenti sebelum akhirnya melanjutkan perjalanan dengan kecepatan tinggi. Kejadian tersebut menarik perhatian publik dan menuai kecaman keras dalam masyarakat.
Agus Wijayanto menegaskan komitmen Polri dalam menegakkan disiplin anggotanya. “Kami akan memastikan proses hukum ini berjalan sesuai koridor dan memberikan keadilan bagi semua pihak yang terlibat,” ujarnya dalam konferensi pers.
Selain itu, Agus juga menekankan pentingnya transparansi dalam proses persidangan kode etik. Dengan adanya dua kategori pelanggaran yang berbeda, Polri berusaha menunjukkan bahwa setiap anggotanya akan diproses sesuai tindakan yang dilakukan. Kategori berat akan dihadapi oleh Kompol K dan Bripka R, sedangkan kategori sedang untuk lima anggota lainnya menunjukkan adanya perbedaan dalam tingkat pelanggaran.
Sementara itu, masyarakat berharap adanya tindakan tegas dari Polri untuk mencegah kejadian serupa terulang di masa depan. Berbagai organisasi masyarakat sipil dan pengemudi ojol pun menyoroti perlunya peningkatan pelatihan dan pengawasan terhadap aparat kepolisian saat bertugas di lapangan, terutama dalam situasi kerusuhan.
Polri, melalui proses sidang ini, berusaha untuk memberikan sinyal bahwa mereka tidak akan menoleransi tindakan yang merugikan masyarakat. Kasus ini menjadi sorotan, tidak hanya karena dampak langsung bagi korban, tetapi juga sebagai cerminan integritas institusi penegak hukum di Indonesia.
Melihat riuhnya reaksi publik, pihak Brimob dan Polri diharapkan dapat segera memberikan klarifikasi terkait tindakan yang tepat setelah sidang berlangsung. Hal ini penting untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum dan sebagai langkah nyata keterbukaan dalam menyikapi kasus-kasus pelanggaran.
Kasus ini juga mengingatkan kembali pentingnya kesadaran di kalangan petugas keamanan mengenai prosedur dan etika dalam bertugas, khususnya saat berhadapan dengan masyarakat. Nampaknya, bagi banyak orang, insiden ini bukan hanya sekadar persoalan hukum, melainkan juga pertanyaan mendasar tentang hubungan antara masyarakat dan penegak hukum.
Seiring dengan berjalannya proses persidangan, banyak yang menunggu perhatian serius dari otoritas Polri, baik dari segi keadilan bagi korban maupun langkah-langkah preventif untuk menghindari insiden serupa di masa mendatang.





