Penangkapan Direktur Lokataru Foundation, Delpedro Marhaen, oleh polisi menggoyang dunia aktifisme di Indonesia. Proses penyelidikan yang berlangsung sejak 25 Agustus 2025 ini berujung pada penetapan Delpedro sebagai tersangka karena dugaan penghasutan massa untuk melakukan tindakan anarkistis. Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi, mengkonfirmasi bahwa Delpedro ditangkap pada Senin malam, 1 September 2025, dan saat ini tengah menjalani pemeriksaan intensif.
Kombes Ade Ary mengungkapkan bahwa penetapan tersangka ini dilakukan berdasarkan hasil penyelidikan mendalam. Delpedro diduga melakukan provokasi yang mengarah pada tindakan melanggar hukum. Penyebaran informasi elektronik yang dinilai bohong, serta merekrut anak-anak untuk terlibat dalam aktivitas yang berpotensi melanggar hukum, menjadi fokus penyelidikan.
Pihak kepolisian pun mengacu pada sejumlah pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Tindakan Delpedro, yang diduga melanggar Pasal 160 KUHP dan Pasal 45A ayat (3) juncto Pasal 28 ayat (3) UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi Elektronik, menunjukkan seriusnya tuduhan yang dihadapi.
### Bukti dan Alasan Penangkapannya
Polisi menilai bahwa tindakan Delpedro berpotensi menimbulkan keresahan di masyarakat. Kombes Ade Ary menambahkan bahwa, “Kita mendapatkan bukti yang cukup untuk menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka.” Penangkapan ini juga mengejutkan banyak pihak, mengingat Delpedro secara luas dikenal sebagai aktivis HAM yang vokal.
Dalam beberapa minggu terakhir, aktivitas Delpedro menarik perhatian banyak orang. Ia terlibat dalam beragam gerakan sosial dan berusaha memberikan suara bagi masyarakat yang terpinggirkan. Namun, seiring dengan ketenaran tersebut, tuduhan penghasutan membuat banyak orang mempertanyakan batas antara aktivisme dan pelanggaran hukum.
### Dampak Penangkapan Terhadap Aktivisme di Indonesia
Penangkapan ini berpotensi memicu reaksi dari berbagai kalangan, terutama komunitas aktivis yang khawatir akan pembatasan ruang gerak mereka. Beberapa pihak berpendapat bahwa tindakan ini merupakan langkah pemerintah untuk meredam suara-suara kritis yang mengancam kekuasaan. “Sebagai seorang aktivis, saya khawatir ini akan menjadi preseden buruk bagi kebebasan berpendapat di Indonesia,” ujar salah satu aktivis yang enggan disebutkan namanya.
Dengan situasi yang berkembang, penting untuk menyaksikan bagaimana proses hukum akan berjalan dan dampaknya terhadap komunitas aktivis. Penegakan hukum yang transparan dan adil akan menjadi sorotan, di mana publik berharap agar hak asasi manusia tetap dilindungi terlepas dari status seseorang sebagai aktivis atau bukan.
### Reaksi Publik
Pasca penangkapan, banyak komentar di media sosial dari pengguna yang mengecam ataupun mendukung langkah polisi. Sebagian menyatakan solidaritas untuk Delpedro, sementara yang lain menuntut agar hukum ditegakkan tanpa pandang bulu. Banyak kalangan mengingatkan bahwa akuntabilitas adalah kunci untuk demokrasi yang sehat.
Sementara itu, para advokat hukum mengingatkan pentingnya menjaga proses hukum yang adil. “Setiap orang berhak mendapatkan proses hukum yang benar dan adil, termasuk Delpedro,” ungkap seorang pengacara publik.
### Penutup
Kasus ini menggambarkan tantangan yang dihadapi dalam menjalankan aktivisme di negara ini. Penangkapan Delpedro Marhaen bukan hanya tentang individu, tetapi juga akan berdampak pada dinamika pergerakan sosial di Indonesia. Polisi kini harus membuktikan bahwa tindakan mereka berlandaskan bukti yang kuat dan tidak terpengaruh oleh tekanan publik atau politik, demi memastikan keadilan ditegakkan.
