Angin segar datang dari Senayan dengan janji Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk memperjuangkan pembebasan aktivis mahasiswa yang ditahan usai demonstrasi. Dalam audiensi yang berlangsung pada 3 September 2025, Wakil Ketua DPR RI Saan Mustopa mengungkapkan komitmennya untuk memilah antara demonstran yang murni menyampaikan aspirasi dan mereka yang terlibat dalam aksi anarkis.
Saan Mustopa menyatakan, "Ini catat, ada aktivis yang demo dan ada perusuh, nah kami akan memilah." Pernyataan ini mencerminkan senada dengan harapan mahasiswa akan keadilan dan proses hukum yang lebih transparan. Menurutnya, DPR akan berkoordinasi dengan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk mempercepat proses pembebasan mereka yang terbukti tidak melakukan tindakan anarkis.
Dalam kesempatan tersebut, Saan menegaskan pentingnya memahami konteks di balik setiap penangkapan. Pihak DPR berencana untuk mendengarkan penjelasan dari kepolisian mengenai dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh para aktivis. "Tentu kita juga akan mendengar juga dari polisi terkait dengan soal pelanggaran apa yang dilakukan oleh mereka," tambahnya. Hal ini menandakan bahwa DPR tidak ingin terburu-buru mengambil keputusan sebelum mendapatkan informasi yang lengkap.
Koordinasi dengan Pihak Kepolisian
Langkah lanjutan dari pernyataan Saan Mustopa adalah komunikasi yang cepat antara DPR dan kepolisian. Pimpinan DPR berharap agar proses pembebasan dapat dikoordinasikan dengan efisien. "Mana yang nanti akan kita coba minta kepada pihak kepolisian dalam hal ini Kapolri, mana yang bisa dipercepat untuk dilakukan pembebasan," ujarnya.
Proses ini diharapkan tidak hanya sebatas administratif, tetapi juga mempertimbangkan aspek kemanusiaan. Aspirasi mahasiswa yang murni, menurut Saan, seharusnya mendapatkan perlakuan yang layak, tanpa adanya stigma negatif yang melekat.
Dampak Terhadap Gerakan Mahasiswa
Janji DPR ini memicu harapan baru bagi mahasiswa dan aktivis yang merasa terpinggirkan oleh penegakan hukum yang tidak adil. Kesempatan untuk dibebaskan tanpa harus melalui proses hukum yang panjang bisa menjadi penyemangat bagi kaum muda untuk terus menyuarakan pendapat. Saan menegaskan bahwa DPR siap menjadi penyalur aspirasi rakyat, termasuk mahasiswa.
Dalam konteks ini, keterlibatan DPR juga mengindikasikan perubahan dalam cara pemerintah menangani demonstrasi. Ada kesadaran bahwa tindakan represif tidak selalu menjadi solusi yang tepat. Sebaliknya, dialog dan pemisahan antara demonstran murni dan perusuh bisa menjadi langkah strategis untuk meredakan ketegangan.
Reaksi Masyarakat dan Mahasiswa
Reaksi dari masyarakat dan mahasiswa terhadap langkah DPR ini cukup beragam. Banyak yang berharap janji tersebut bukan sekadar sebuah wacana belaka, tetapi diimplementasikan secara nyata. "Jika DPR benar-benar serius, ini bisa menjadi momentum untuk memperbaiki hubungan antara mahasiswa dan aparat. Kami butuh dukungan dalam menyuarakan aspirasi," ujar salah satu mahasiswa yang ikut dalam audiensi tersebut.
Namun, ada pula yang skeptis, mengingat sejarah panjang intervensi politik dalam urusan penegakan hukum. Kepercayaan masyarakat terhadap lembaga legislatif masih perlu dibangun lebih lanjut. Keterbukaan DPR untuk menggali informasi dari kepolisian dan mendengarkan keluhan mahasiswa menjadi langkah awal yang positif.
Kesimpulan dan Harapan
Keberanian DPR untuk tampil sebagai mediator antara mahasiswa dan kepolisian menunjukkan adanya keinginan untuk memperbaiki iklim demokrasi di Indonesia. Komunikasi yang baik antara berbagai pihak adalah kunci untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi ekspresi pendapat.
Dengan adanya langkah ini, diharapkan mahasiswa dapat merasa lebih berdaya dan mendapatkan hak-hak mereka sebagai warga negara. Janji Pimpinan DPR ini merupakan sinyal positif, tetapi implementasinya akan menjadi ujian nyata bagi mereka untuk menunjukkan komitmen dalam membela suara rakyat.
