Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, memberikan tanggapan resmi terkait unjuk rasa yang semakin menarik perhatian global, termasuk dari PBB. Dalam pernyataannya, Yusril menekankan bahwa Pemerintah Indonesia hanya akan menindak pihak-pihak yang melanggar hukum selama aksi demonstrasi, seperti perusakan, pembakaran, dan penjarahan.
Sorotan dari Kantor Komisaris Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Urusan HAM di Jenewa terkait dugaan pelanggaran hak asasi manusia dalam demonstrasi tersebut cukup signifikan. PBB mendesak pemerintah untuk melakukan investigasi menyeluruh terhadap segala bentuk pelanggaran yang mungkin terjadi di lapangan. Meski demikian, Yusril menegaskan bahwa tindakan represif tidak akan dilakukan terhadap warga, khususnya mahasiswa, yang berunjuk rasa secara damai.
Dalam keterangannya pada Kamis (4/9/2025), Yusril menjelaskan, "Pemerintah hanya menindak mereka yang melanggar hukum." Pernyataan itu memberikan sinyal bahwa demonstrasi yang berjalan damai akan mendapatkan perlindungan dan jaminan dari negara. Menurutnya, hak untuk menyatakan pendapat merupakan hak fundamental yang harus dihormati oleh seluruh lapisan masyarakat.
Yusril juga menambahkan, "Sementara rakyat, termasuk mahasiswa yang berunjuk rasa secara damai, dijamin dan dilindungi hak-haknya." Pernyataan ini dimaksudkan untuk meredam kekhawatiran masyarakat terkait kemungkinan tindakan brutal terhadap demonstran. Pihak pemerintah berkomitmen akan mengedepankan dialog dan penyelesaian yang damai dalam menangani unjuk rasa.
Dinamika Unjuk Rasa di Indonesia
Aksi demonstrasi di Indonesia kerap kali berasal dari berbagai isu, termasuk sosial, politik, dan ekonomi. Dalam beberapa tahun terakhir, peningkatan frekuensi unjuk rasa mencerminkan tuntutan masyarakat yang semakin vokal, terutama di kalangan generasi muda. Mahasiswa sering kali menjadi garda terdepan dalam aksi-aksi ini, mendorong isu-isu yang dianggap penting untuk disuarakan.
Namun, tak jarang aksi demo berujung pada bentrokan antara demonstran dan aparat keamanan. Hal inilah yang menjadi perhatian PBB dan mendorong adanya seruan untuk penyelidikan lebih lanjut terhadap dugaan pelanggaran hak asasi manusia.
Respons Pemerintah
Pemerintah Indonesia, melalui Yusril, menegaskan bahwa mereka berusaha untuk menghindari kekerasan dan konflik dalam menghadapi aksi unjuk rasa. Dalam konteks ini, penegakan hukum hanya akan diterapkan kepada individu-individu yang terlibat dalam tindakan anarkis. Keterlibatan aparat penegak hukum diharapkan hanya sebatas pada upaya menjaga ketertiban.
Meskipun ada kekhawatiran dari beberapa pihak mengenai potensi penyalahgunaan kekuasaan, pemerintah menjamin bahwa pelaksanaan unjuk rasa dapat dilakukan dengan cara yang aman dan damai. Dalam hal ini, perlunya pengawasan oleh pihak ketiga, seperti lembaga internasional atau organisasi masyarakat sipil, menjadi penting demi transparansi dan akuntabilitas.
Pentingnya Dialog
Sejalan dengan pernyataan resmi pemerintah, penting bagi semua pihak untuk menjalin dialog yang konstruktif. Alih-alih saling menyalahkan, pemerintah dan masyarakat perlu berkolaborasi untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi kebebasan berekspresi. Upaya penyelesaian damai bisa jadi solusi terbaik untuk mencegah kerusuhan yang tidak perlu.
Kedepannya, diharapkan akan ada langkah-langkah lebih lanjut dari pemerintah untuk memastikan bahwa hak asasi manusia tetap dijunjung tinggi selama berlangsungnya unjuk rasa. Adanya saluran komunikasi antara pemerintah dan warga dapat membantu meredakan ketegangan dan menciptakan kepercayaan di masyarakat.
Pernyataan Yusril dan perhatian PBB menjadi sinyal penting bagi keberlanjutan hak asasi manusia di Indonesia, terutama dalam konteks unjuk rasa. Oleh karena itu, semua pihak diharapkan tetap berkomitmen untuk menjaga kedamaian dan keadilan, terutama dalam masa-masa yang penuh tantangan seperti ini.
