Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti memberikan pandangannya mengenai fenomena pelajar yang terlibat dalam aksi demonstrasi akhir-akhir ini. Ia menegaskan bahwa ada saluran yang lebih tepat bagi para pelajar untuk menyampaikan aspirasi, tanpa harus meninggalkan kegiatan pendidikan mereka. Menurutnya, keberadaan pelajar di sekolah adalah prioritas utama, dan mereka dapat menyalurkan suara serta pendapat mereka dengan cara yang lebih sesuai.
Mu’ti menekankan pentingnya tidak mengorbankan proses pembelajaran yang sedang berlangsung. “Sebaiknya, jika ada aspirasi, pelajar menyampaikannya dengan cara yang pas. Pesan mereka tetap bisa diterima tanpa harus turun ke jalan,” jelas Mu’ti dalam konferensi pers yang berlangsung pada 7 September 2025. Hal ini disampaikan menyusul sejumlah aksi demonstrasi yang melibatkan pelajar, yang akhir-akhir ini sering berujung pada kericuhan.
Sebagai langkah preventif, Mendikdasmen menginstruksikan pemerintah daerah untuk mencegah pelajar ikut serta dalam aksi demonstrasi. Edaran ini telah disampaikan kepada kepala dinas pendidikan di berbagai provinsi serta kabupaten/kota di seluruh Indonesia. “Sudah kita sampaikan edaran itu ke kepala dinas provinsi maupun kabupaten/kota,” imbuhnya.
Mendikdasmen berharap agar para pendidik, kepala sekolah, dan orang tua ikut berperan dalam membimbing pelajar untuk menyalurkan aspirasi dengan cara yang konstruktif. “Marilah kita mengajak para pelajar untuk lebih fokus pada proses belajar. Cita-cita mereka sangat penting untuk meraih masa depan yang lebih baik,” ungkapnya.
Di sisi lain, situasi yang terjadi di lapangan menyisakan permasalahan serius. Pada 25 Agustus 2025, pihak Polda Metro Jaya mengamankan sebanyak 337 orang yang terlibat dalam aksi demonstrasi yang berubah menjadi anarkis di gedung DPR/MPR. Dari jumlah tersebut, 202 orang di antaranya merupakan anak-anak. Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi, menyatakan bahwa mereka telah mengambil langkah untuk menjaga situasi tetap kondusif.
Kombes Ade juga menjelaskan bahwa anak-anak yang diamankan akan menjalani proses pendataan dan konseling. “Anak-anak ini kemudian dibawa kembali kepada orang tua mereka setelah melakukan konseling yang melibatkan banyak pihak, termasuk KPAI dan dinas terkait,” terangnya. Proses ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih baik bagi anak-anak tentang tindakan mereka.
Tercatat, upaya ini muncul di tengah meningkatnya ketegangan sosial di kalangan pelajar. Banyak di antara mereka merasa bahwa hak-hak mereka tidak didengar, sehingga mereka memilih berdemonstrasi sebagai wadah ekspresi. Namun, pendapat Mendikdasmen menunjukkan bahwa pendidikan tetap menjadi prioritas dan harus diutamakan di atas segala hal.
Dalam konteks ini, penting bagi semua pihak—termasuk sekolah, orang tua, dan masyarakat—untuk berkolaborasi menciptakan ruang yang aman bagi pelajar untuk menyatakan pendapat mereka tanpa harus terlibat dalam tindakan yang dapat merugikan diri mereka sendiri atau keluarga.
Situasi ini mengundang perhatian luas mengenai pentingnya mengedukasi pelajar tentang cara-cara yang lebih efektif dalam menyampaikan pandangan dan aspirasi. Jika para pelajar dilibatkan sejak dini dalam proses demokrasi yang positif, tidak hanya akan mengurangi potensi konflik, tetapi juga membantu membentuk generasi yang lebih sadar akan tanggung jawab sosial mereka.
Mendikdasmen mengajak semua pihak untuk mendewasakan pandangan demokrasi di kalangan pelajar. Dengan pendekatan yang tepat, harapan akan terciptanya pelajar yang aktif dalam menyuarakan pendapat tanpa menimbulkan konflik bisa menjadi kenyataan.
