Pemerintah Indonesia menargetkan penyelesaian kemiskinan ekstrem pada tahun 2026, sebuah langkah ambisius yang menuntut kerja keras dan koordinasi yang lebih ketat antara pusat dan daerah. Presiden Prabowo Subianto telah menegaskan pentingnya mempercepat upaya pengentasan kemiskinan demi mencapai target tersebut, mengingat waktu yang tersisa semakin terbatas. Pernyataan ini disampaikan oleh Menteri Koordinator Pemberdayaan Masyarakat, Muhaimin Iskandar, dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah pada 8 September 2025.
Dalam upaya mencapai target ini, pemerintah telah mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2025 yang mengatur optimalisasi pengentasan kemiskinan dan penghapusan kemiskinan ekstrem. Cak Imin, sapaan akrab Muhaimin Iskandar, menjelaskan bahwa ada tiga strategi utama yang akan diterapkan: meningkatkan pendapatan masyarakat, mengurangi beban pengeluaran, dan menghapus kantong-kantong kemiskinan. Pendekatan kali ini menekankan pemberdayaan masyarakat, bukan sekadar bergantung pada bantuan sosial.
Cak Imin menekankan tanggung jawab setiap daerah dalam mengimplementasikan strategi tersebut. “Setiap daerah memiliki tanggung jawab untuk mengaplikasikan strategi pemberdayaan masyarakat,” ungkapnya, menyoroti pentingnya keterlibatan lokal dalam program pengentasan kemiskinan. Pemerintah berharap bahwa dengan cara ini, masyarakat akan lebih mandiri secara ekonomi dan tidak lagi bergantung sepenuhnya pada bantuan pemerintah.
Di samping itu, data akurat menjadi kunci keberhasilan program pengentasan kemiskinan. Setiap kepala daerah diharapkan untuk konsisten menggunakan Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) dalam pengambilan keputusan kebijakan. “Saya minta kepada seluruh Kepala Daerah untuk terus berkoordinasi dengan BPS agar kita terus memperbarui dinamika perkembangan data sehingga tepat sasaran dalam melaksanakan seluruh program-program kita,” tegas Cak Imin.
Langkah ini sangat penting mengingat dinamika sosial dan ekonomi yang terus berubah. Dengan memiliki data yang tepat, pemerintah dapat lebih efektif dalam menargetkan bantuan dan program yang dirancang untuk mengurangi angka kemiskinan. Selain itu, penggunaan DTSEN juga diharapkan dapat mengurangi tumpang tindih program yang sering kali terjadi akibat kurangnya koordinasi dan data yang tidak terintegrasi.
Pemerintah juga akan mendorong partisipasi masyarakat dalam berbagai program pengentasan kemiskinan. Melalui pelatihan dan keterampilan, masyarakat diharapkan mampu menciptakan peluang kerja sendiri. Oleh karena itu, sektor swasta juga diundang untuk berperan serta dalam upaya ini dengan memberikan dukungan dan fasilitas pelatihan bagi masyarakat.
Menyadari bahwa kemiskinan ekstrem tidak hanya terjadi di perkotaan tetapi juga di daerah pedesaan, pemerintah menetapkan langkah-langkah spesifik yang harus diambil setiap daerah. Dalam hal ini, integrasi kebijakan antara pemerintah pusat dan daerah sangat diperlukan. Hal ini akan memastikan bahwa program yang dijalankan dapat menjangkau mereka yang paling membutuhkan.
Berdasarkan data terbaru, ada beberapa daerah yang masih tergolong tinggi angka kemiskinannya. Pemerintah berencana untuk memprioritaskan daerah-daerah ini dalam pelaksanaan program-program yang ada. Melalui intervensi yang tepat, diharapkan angka kemiskinan dapat berkurang signifikan dalam waktu dekat.
Dengan semua strategi dan program yang telah dirancang, pemerintah optimis dapat memenuhi target yang telah ditetapkan menjelang tahun 2026. Keberhasilan inisiatif ini tidak hanya bergantung pada pemerintah, tetapi juga pada kolaborasi semua pihak, termasuk sektor swasta dan masyarakat luas. Wabah kemiskinan ekstrem harus menjadi tanggung jawab bersama yang membutuhkan kesungguhan dalam pelaksanaan setiap kebijakan.





