Praktik pernikahan anak di Indonesia, khususnya di Lombok Tengah, menjadi sorotan serius karena dampaknya yang mendalam bagi kehidupan anak. Pihak-pihak terkait, terutama PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo), baru-baru ini meluncurkan program sosialisasi yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai bahaya pernikahan dini. Kegiatan ini berlangsung di Pojok Literasi Askrindo, Desa Mertak, Lombok, Nusa Tenggara Barat, dan melibatkan berbagai elemen komunitas, termasuk orangtua, guru, dan tokoh masyarakat.
Direktur Utama Askrindo, M Fankar Umran, menegaskan pentingnya edukasi ini. "Aktivitas ini dirancang untuk menjangkau berbagai lapisan masyarakat, terutama di Desa Mertak. Kami membagi kegiatan ini dalam beberapa sesi, yaitu sesi edukasi untuk anak-anak, pembekalan untuk orang tua dan guru PAUD, serta dialog dengan Komnas Perlindungan Anak," katanya. Fankar menambahkan bahwa tujuan utama sosialisasi ini adalah menanamkan pemahaman yang kuat tentang pentingnya pendidikan dan risiko pernikahan dini.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2025, Nusa Tenggara Barat (NTB) memiliki proporsi perempuan berstatus kawin sebelum usia 18 tahun yang tertinggi di Indonesia, mencapai 14,96%. Angka ini menunjukkan bahwa persentase perempuan usia 20-24 tahun yang telah menikah di usia muda sangat mengkhawatirkan, dan menjadi latar belakang pentingnya sosialisasi ini.
Dampak Pernikahan Dini
Pernikahan di usia muda memiliki konsekuensi yang luas, baik dari segi pendidikan maupun kesehatan. Fankar menjelaskan bahwa anak-anak yang menikah terlalu muda cenderung putus sekolah dan kehilangan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan. Hal ini tidak hanya memengaruhi individu tersebut, tetapi juga berpotensi meningkatkan risiko komplikasi kehamilan serta masalah kesehatan mental akibat tekanan psikologis.
Lebih jauh lagi, pernikahan dini berkontribusi pada kekerasan dalam rumah tangga dan menciptakan siklus kemiskinan yang sulit diputus. Menurut pengamatan, pernikahan yang dilakukan di usia muda sering kali mengakibatkan perempuan terjebak dalam situasi bergantung secara ekonomi pada pasangan, yang selanjutnya dapat menambah level risiko dan kerentanan sosial.
Tindakan Kolaboratif untuk Masa Depan
Kegiatan edukasi yang diadakan oleh Askrindo sejalan dengan upaya lebih besar dalam mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) yang mencakup kesehatan, pendidikan, dan kesetaraan gender. Melalui kolaborasi lintas sektor dengan pemerintah dan lembaga perlindungan anak, diharapkan adanya kesadaran kolektif yang lebih kuat dalam menangani isu ini.
Rugun Hutapea, Subkoordinator Asisten Deputi Bidang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Kementerian BUMN, juga memberikan dukungan terhadap inisiatif Askrindo ini. "Kami mengapresiasi komitmen yang terus menerus dari Askrindo untuk menyongsong Generasi Emas ke depan. Program ini bisa menjadi contoh bagi perusahaan lainnya dalam berkontribusi pada masyarakat," ujarnya.
Sosialisasi pencegahan pernikahan dini ini bukan hanya sekadar upaya jangka pendek, tetapi merupakan bagian dari strategi yang lebih luas untuk membangun masyarakat yang lebih sehat dan sejahtera. Diharapkan dengan adanya kegiatan semacam ini, masyarakat Lombok Tengah dapat lebih memahami konsekuensi dari pernikahan dini dan berkomitmen untuk mendukung pendidikan anak-anak mereka.
Dengan keterlibatan aktif berbagai pihak, upaya pencegahan pernikahan dini diharapkan dapat berlanjut dan dilakukan secara berkelanjutan di wilayah Lombok Tengah, memberikan dampak positif bagi masa depan generasi penerus.





