Pegiat media sosial Jhon Sitorus mengeluarkan kritik tajam mengenai kebijakan pembaruan sistem keamanan lingkungan (siskamling) setelah blusukan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Gibran mengunjungi pos siskamling di Jakarta Barat dan Jakarta Selatan pada akhir pekan lalu, diikuti dengan instruksi mendadak dari Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian agar semua daerah mengaktifkan kembali siskamling. Kejadian ini menimbulkan spekulasi tentang motivasi di balik langkah cepat tersebut.
Jhon, melalui cuitannya di platform X, mempertanyakan apakah instruksi tersebut benar-benar ditujukan untuk meningkatkan keamanan atau ada kepentingan lain yang lebih mendasar. Ia mencatat, “Sabtu Gibran blusukan ke pos siskamling Jakbar dan Jaksel, Seninnya Tito Karnavian mengintruksikan seluruh daerah untuk mengaktifkan Siskamling. Sebuah langkah yang GERCEP sekali soal urusan persiskamlingan ini.”
Ia melanjutkan bahwa pengaktifan kembali sistem siskamling menjadi kontradiktif dalam konteks kesejahteraan publik. “Padahal, rakyat sudah menggaji aparat untuk menjaga keamanan warga, ini malah meminta warga menjaga diri sendiri,” katanya. Pandangan ini mencerminkan keresahan masyarakat yang merasa seakan dituntut untuk berperan dalam hal yang seharusnya menjadi tanggung jawab aparat keamanan.
Kritik terhadap Aparat Keamanan
Jhon juga menyoroti fungsi aparat seperti TNI, Polri, dan Satpol PP, yang menurutnya seharusnya bekerja dengan pola yang lebih efektif. Ia menegaskan bahwa aparat harus melakukan patroli secara kontinu, bukan hanya duduk di kantor seperti jam kerja biasa. “Aparat harus patroli 24 jam, bukan sekadar duduk-duduk di kantor saja,” tambahnya.
Menurutnya, pengaktifan siskamling seharusnya menjadi langkah tambahan, bukan penggantian tugas pokok aparat. Ia berpendapat bahwa dengan pengaturan jadwal kerja yang lebih baik, keamanan masyarakat dapat lebih terjamin dan tidak perlu menyandarkan sepenuhnya pada inisiatif masyarakat.
Peran Warga dalam Keamanan
Meskipun Jhon mengakui bahwa warga memiliki kemampuan untuk menjaga diri tanpa harus tergantung pada siskamling, ia tetap menekankan pentingnya peran aparat dalam menciptakan lingkungan yang aman. “Warga sudah bisa menjaga diri sendiri tanpa diperintah pakai siskamling segala. Tapi, aparat harus digerakkan agar keamanan tercipta,” ujarnya.
Kritik tersebut menunjukkan adanya kesenjangan antara harapan masyarakat terhadap aparat keamanan dan kenyataan di lapangan. Banyak warga yang merasa bahwa mereka tidak mendapatkan perlindungan yang memadai dari pihak berwenang, sehingga diperlukan adanya fleksibilitas dalam tugas dan tanggung jawab aparat.
Imbauan untuk Penanganan yang Lebih Baik
Dalam konteks ini, penting bagi pemerintah untuk meninjau ulang metode dan strategi keamanan masyarakat. Ketersediaan aparat yang siap sedia dan mampu melakukan tugas mereka secara maksimal sangat dibutuhkan. Upaya untuk mengaktifkan kembali siskamling bisa menciptakan sinergi antara warga dan aparat, namun bukan semata-mata untuk mengalihkan tanggung jawab.
Menghadapi tantangan keamanan publik yang semakin kompleks, peran aktif dari semua pihak—baik warga maupun aparat—sangatlah vital. Diskusi tentang bagaimana mengoptimalkan peran baik siskamling dan aparat keamanan akan semakin mendesak untuk dilakukan.
Sebagai penutup, langkah-langkah selanjutnya dari pemerintah dan aparat sangat diharapkan agar mampu menjawab kritik masyarakat dan menciptakan rasa aman yang sesungguhnya. Jhon Sitorus, dengan pandangan kritisnya, menandai pentingnya evaluasi dalam pendekatan kebijakan keamanan yang berorientasi pada kesejahteraan masyarakat.





