Duka mendalam menyelimuti keluarga Rusdamdiansyah alias Dandi, seorang pengemudi ojek online (ojol) yang menjadi korban kerusuhan di Makassar pada 29 Agustus 2025. Dalam pertemuan di Mapolrestabes Makassar pada Kamis (11/9), keluarga Dandi secara tegas menolak opsi restorative justice untuk pelaku yang menyebabkan kematiannya. Pertemuan ini melibatkan Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, yang mendengarkan keluhan dan harapan keluarga korban.
Kerabat almarhum, Rusni, bersuara dengan penuh ketegasan mengenai harapannya untuk melihat pelaku dihukum seberat-beratnya. “Kami minta pelaku dihukum yang seberat-beratnya. Saya minta, karena katanya ada anak kecil yang dibebaskan,” ungkapnya dengan suara bergetar penuh emosi. Keluarga merasa belum bisa menerima kepergian Dandi, yang dituduh sebagai intelijen saat kerusuhan melanda.
Penolakan terhadap pemulihan melalui restorative justice semakin menguat setelah keluarga pelaku, yang masih di bawah umur, dinilai tidak menunjukkan itikad baik. Rusni melanjutkan, “Kami tidak ikhlas, karena orang tua dari anak kecil itu tidak meminta maaf.” Permintaan maaf dari pihak pelaku menjadi faktor penting dalam proses penyelesaian kasus ini.
Dalam pernyataannya, Rusni meminta agar Presiden Prabowo Subianto dan Yusril dapat mengusut tuntas kasus kerusuhan ini. Menanggapi permohonan tersebut, Yusril menyatakan rasa prihatin dan belasungkawa yang mendalam. Ia berkomitmen untuk mengungkap kasus ini hingga tuntas. “Kami betul-betul berkeinginan agar kasus ini tidak terjadi kembali,” ujar Yusril.
Yusril memberi penjelasan mengenai proses hukum pelaku. Ia mengonfirmasi bahwa tiga orang pelaku penganiayaan telah ditahan, dan salah satu dari mereka yang masih di bawah umur akan dipindahkan ke rumah aman, sesuai dengan ketentuan peradilan anak. Proses hukum terhadap semua pelaku tetap berlanjut.
Mengenai restorative justice, Yusril menegaskan bahwa mekanisme ini hanya dapat dilakukan jika ada kesepakatan dari keluarga korban dan pelaku. “Jadi kalau misalnya restorative justice itu tidak disetujui oleh keluarga korban, pemerintah tidak bisa berbuat apa-apa,” tegasnya. Ia menambahkan bahwa restorative justice bukanlah pembebasan tanpa syarat, melainkan melibatkan pembinaan bagi pelaku agar tidak mengulangi kesalahan.
Kepala Polrestabes Makassar, Komisaris Besar Arya Perdana, juga mengungkapkan keseriusan dalam menangani kasus ini. Dandi, yang dikeroyok oleh massa, dituduh sebagai intelijen di depan kampus Universitas Muslim Indonesia (UMI). Arya mengonfirmasi bahwa pihaknya masih mencari pelaku lain yang terlibat, menunjukkan komitmen untuk menyelesaikan kasus ini secara menyeluruh.
Pihak keluarga tetap berharap agar keadilan dapat ditegakkan dengan sebaik-baiknya. Dalam suasana duka ini, penolakan terhadap restorative justice mencerminkan harapan mereka untuk melihat keadilan bagi Dandi dan mencegah terulangnya tragedi serupa di masa mendatang. Keluarga mensinyalir bahwa ketidaksetujuan mereka bukan hanya tentang keinginan balas dendam, tetapi lebih kepada harapan untuk memulihkan rasa aman dan keadilan dalam masyarakat.
Kasus ini menjadi perhatian publik, dengan banyak yang menantikan langkah pemerintah dan kepolisian dalam menegakkan hukum. Seiring dengan permintaan keluarga Dandi, masyarakat luas juga berharap akan adanya perjalanan hukum yang transparan dan adil.





