Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini sedang menyelidiki dugaan adanya rekayasa dalam proses keberangkatan jemaah haji khusus untuk tahun 2024. Penyelidikan ini menyangkut praktik yang memungkinkan jemaah haji berangkat tanpa harus antre, meskipun sebenarnya mereka seharusnya mengikuti sistem antrean yang telah ditetapkan. KPK menggali lebih dalam setelah mendapati indikasi adanya pengaturan sistematis terkait mekanisme pelunasan kuota haji khusus.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengungkapkan bahwa penyidik menemukan pola pengaturan yang memungkinkan calon jemaah haji khusus yang sudah terdaftar sebelumnya menghadapi waktu pelunasan yang sangat ketat. “Penyidik mendalami modus pengaturan jangka waktu pelunasan yang dibuat mepet atau ketat bagi calon jemaah haji khusus yang telah mendaftar dan mengantre sebelum tahun 2024, yaitu hanya diberikan kesempatan selama lima hari kerja,” ucap Budi. Hal ini berpotensi menyebabkan calon jemaah gagal untuk memenuhi pelunasan biaya haji mereka.
Keadaan ini membuka celah bagi pengalihan kuota kepada pihak-pihak tertentu. “Penyidik menduga ini dirancang secara sistematis agar sisa kuota tambahan tidak terserap dari calon jemaah haji yang sudah mengantre sebelumnya,” tambahnya. Dalam konteks ini, kuota haji yang tidak terpakai bisa dijual kepada penyelenggara ibadah haji khusus (PIHK) yang bersedia membayar fee tertentu.
Lebih lanjut, KPK juga menyelidiki kasus yang melibatkan jemaah yang baru mendaftar namun dapat langsung melunasi biaya haji dan berangkat tanpa menunggu antrean. Ini menjadi sorotan karena berpotensi menimbulkan ketidakadilan di antara calon jemaah yang telah menunggu lebih lama untuk mendapatkan giliran mereka.
Penyelidikan ini semakin mendalam setelah KPK memeriksa Moh. Hasan Afandi, Kepala Pusat Data dan Teknologi Informasi Badan Penyelenggara Haji, sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi terkait penentuan kuota haji. Sebelum menjabat sebagai Kapusdatin, Hasan Afandi dikenal sebagai Kepala Subdirektorat Data dan Sistem Informasi Haji Terpadu di Kementerian Agama.
Kegiatan KPK ini muncul di tengah keprihatinan luas mengenai transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan ibadah haji, mengingat bahwa setiap tahun ribuan jemaah menunggu antrean untuk mendapatkan kesempatan ibadah ke Tanah Suci. Pemangku kebijakan diharapkan dapat memberikan penjelasan kepada publik dan memastikan bahwa proses haji berlangsung sesuai dengan ketentuan yang ada, tanpa ada pihak yang mendapatkan keuntungan secara tidak adil.
Dari investigasi ini, diharapkan masyarakat dapat melihat upaya pemberantasan korupsi di sektor layanan publik, terutama yang berkaitan dengan ibadah haji. Kemunculan dugaan rekayasa semacam ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat, khususnya bagi mereka yang telah menantikan kesempatan berhaji.
KPK, melalui penyidikan yang sedang berlangsung, berusaha untuk mengungkap lebih jauh praktik-praktik yang tidak sesuai dengan ketentuan, demi menjaga integritas dan kepercayaan terhadap penyelenggaraan ibadah haji di Indonesia. Penyelidikan ini merupakan langkah awal untuk mewujudkan keadilan dan transparansi dalam sebuah sistem yang seharusnya melayani kepentingan seluruh umat Muslim dengan adil dan merata.
