Suasana di kawasan Senayan pada Senin siang, 15 September 2025, dipenuhi dengan kehadiran ribuan aparat berseragam. Polda Metro Jaya mengerahkan pasukan besar untuk mengamankan aksi unjuk rasa bertajuk “Tolak Reformasi Polri” yang berlangsung di depan Gedung DPR RI. Pengamanan ini dilakukan sebagai respons terhadap potensi ketegangan yang ditimbulkan dalam demonstrasi.
Menurut Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya, Brigadir Jenderal Polisi Ade Ary Syam Indradi, jumlah personel yang diturunkan mencapai 4.562 orang. Pengerahan ini melibatkan berbagai unsur, termasuk Polri, TNI, dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. “Sebanyak 4.562 personel pengamanan kami turunkan, bekerja sama dengan Kodam Jaya, Korps Marinir, dan Pemprov DKI,” jelas Ade Ary.
Dalam persiapan lainnya, pihak kepolisian telah menyiapkan rekayasa lalu lintas di sekitar kawasan Senayan. Namun, pola pengalihan arus ini akan diterapkan secara situasional, tergantung pada kondisi di lapangan. Kepala Polda Metro Jaya, Inspektur Jenderal Polisi Asep Edi Suheri, juga memberikan arahan khusus kepada seluruh personel agar menjaga sikap humanis saat berhadapan dengan massa aksi. “Mereka yang menyampaikan pendapat adalah saudara-saudara kita, maka pengamanan harus dilakukan dengan penuh ketulusan,” tuturnya.
Meskipun prediksi menunjukkan bahwa massa yang hadir cukup besar, pihak kepolisian meyakinkan bahwa situasi di Ibu Kota tetap kondusif. Warga Jakarta diimbau untuk tidak khawatir melanjutkan aktivitas sehari-hari. “Polri telah menyiapkan layanan darurat 110 yang aktif 24 jam dan bebas pulsa. Masyarakat dapat langsung menghubungi polres setempat atau Polda Metro Jaya jika memerlukan bantuan,” tambah Ade Ary.
Aksi “Tolak Reformasi Polri” ini muncul di tengah perdebatan mengenai reformasi yang diusulkan pada tubuh kepolisian. Para demonstran mengungkapkan keprihatinan mereka terhadap berbagai isu, termasuk langkah-langkah yang dianggap tidak transparan dan akuntabel dalam reformasi tersebut. Hal ini menciptakan momentum bagi mereka yang merasa perlunya pengawasan yang lebih ketat terhadap kebijakan kepolisian.
Kendati demikian, pemerintah dan pihak kepolisian tetap berusaha menjalin komunikasi dengan kelompok-kelompok masyarakat. Upaya ini bertujuan untuk mendengarkan aspirasi dan tuntutan yang disampaikan oleh para demonstran. Pengamanan yang diterapkan diharapkan mampu menciptakan suasana yang kondusif tanpa mengabaikan hak masyarakat untuk menyampaikan pendapatnya.
Situasi di lapangan terlihat terkendali meskipun banyaknya massa yang hadir. Sejumlah pengunjuk rasa berkumpul di depan Gedung DPR, menyuarakan penolakan terhadap kebijakan yang dianggap dapat merugikan institusi kepolisian. Sejumlah orator tampil menyampaikan pandangannya di mimbar yang disediakan dengan penuh semangat.
Selain itu, meskipun aksi tersebut diwarnai dengan ketegangan, upaya untuk menjaga ketertiban tetap menjadi prioritas. Polda Metro Jaya berkomitmen untuk memastikan bahwa pengamanan dilakukan dengan prinsip yang humanis. Diharapkan, aksi ini mampu menggugah kesadaran masyarakat dan para pemangku kepentingan terkait pentingnya reformasi yang benar-benar menyentuh esensi permasalahan yang ada.
Dengan adanya tindakan nyata dari aparat keamanan, diharapkan aspirasi masyarakat dapat diterima dan direspons dengan baik oleh pemerintah. Upaya kolaboratif ini diharapkan dapat menurunkan potensi konflik dan menciptakan ruang dialog yang lebih efektif antara pemerintah dan masyarakat.
Penting untuk dicatat bahwa walau suasana terlihat terkendali, tetap diperlukan pengawasan yang ketat untuk menjaga keamanan dan keselamatan semua pihak selama berlangsungnya aksi unjuk rasa. Pengalaman sebelumnya menunjukkan bahwa dialog terbuka dan pertukaran pikiran merupakan cara terbaik untuk menciptakan momen-momen yang lebih konstruktif di masa depan.





