Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengonfirmasi bahwa penyelidikan terhadap kasus dugaan korupsi kuota haji 2024 tidak ditujukan untuk mendiskreditkan organisasi keagamaan, termasuk Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Penyelidikan ini bertujuan untuk menelusuri aliran dana korupsi yang berpotensi merugikan negara lebih dari Rp 1 triliun. Plt Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menekankan bahwa proses pemeriksaan ini sepenuhnya berfokus pada pengembalian aset negara yang diduga disalahgunakan oleh individu-individu tertentu.
Asep menegaskan, "Tentunya bukan dalam artian kita mendiskreditkan salah satu organisasi keagamaan tersebut. Kita di setiap menangani perkara tindak-tindak korupsi akan meneliti dan menelusuri ke mana uang-uang itu pergi." Komisi ini, menurutnya, diharuskan melakukan pemulihan aset untuk memastikan uang yang diambil secara paksa oleh para koruptor bisa dikembalikan kepada negara.
KPK telah berkoordinasi dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menyelidiki aliran dana yang terkait dengan kasus ini. Asep menyebutkan bahwa penyidikan melibatkan organisasi keagamaan karena masalah ini berkaitan dengan ibadah dalam konteks agama. "Kami sedang melakukan follow the money untuk mengetahui ke mana saja uang itu mengalir," ungkapnya.
Kasus ini telah naik ke tahap penyidikan, di mana KPK melakukan penggeledahan di berbagai lokasi, termasuk kediaman mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, serta beberapa agen travel dan kantor terkait di Kementerian Agama. Hingga saat ini, belum ada penetapan tersangka, namun KPK diketahui telah mencegah sejumlah pihak ke luar negeri sehubungan dengan kasus ini.
Dugaan Persengkongkolan
Dugaan korupsi dalam kasus kuota haji ini muncul setelah adanya ketidaksesuaian dalam pembagian kuota haji tambahan yang seharusnya mengikuti ketentuan 92% untuk haji reguler dan 8% untuk haji khusus. Namun, kuota haji tambahan 2024 yang berjumlah 20.000 justru dibagi secara berimbang 50% untuk haji reguler dan 50% untuk haji khusus. Proses ini dilegalkan oleh Surat Keputusan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas Nomor 130 Tahun 2024.
KPK menduga adanya kolusi antara pejabat Kemenag dan agen travel dalam pembagian kuota tersebut. Berdasarkan perhitungan sementara, KPK menemukan bahwa sekitar 42% atau 8.400 kuota haji reguler telah dialihkan menjadi kuota haji khusus, yang merugikan keuangan negara. Kerugian negara dari penyelewengan ini ditaksir mencapai lebih dari Rp 1 triliun.
Proses Penyelidikan Berlanjut
Penyelidikan ini juga menarik perhatian publik karena menyangkut kepercayaan umat Islam terhadap penyelenggaraan ibadah haji. Mengingat besarnya jumlah kerugian dan dampak sosialnya, KPK berkomitmen untuk menelusuri ke mana dana hasil korupsi ini mengalir. Dalam konteks ini, KPK berharap dapat memulihkan seluruh dana yang diambil secara ilegal.
Asep menekankan pentingnya transparansi dalam proses ini. "Kami tidak ingin ada stigma negatif terhadap organisasi keagamaan," tegasnya. Penyelidikan ini, meski melibatkan pihak-pihak yang sensitif, dilakukan secara profesional dengan tujuan untuk mensejahterakan umat.
Proses penyelidikan akan terus dilakukan, dan publik diharapkan dapat memberikan dukungan kepada KPK dalam upaya pemberantasan korupsi, terutama dalam sektor yang menyentuh aspek keagamaan. Dengan adanya investigasi yang transparan ini, diharapkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga penyelenggara ibadah haji di Indonesia dapat terjaga. Progres selanjutnya dari kasus ini akan terus dipantau, dengan harapan KPK dapat segera menyelesaikan proses hukum yang lebih jauh.





