Kubu Rudy Tanoesoedibjo telah mengambil langkah hukum untuk membatalkan status tersangka klien mereka dalam kasus dugaan korupsi bansos beras Kementerian Sosial. Tim hukum Rudy mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dengan alasan bahwa proses hukum yang dijalani kliennya dinilai tidak sah. Terutama, karena Rudy Tanoe tidak pernah diperiksa sebagai saksi sebelum penetapan statusnya sebagai tersangka.
Dalam konferensi pers yang diselenggarakan di Cikini, Jakarta Pusat, pada Selasa (16/9/2025), pengacara Rudy, Ricky Herbert Sitohang, mengungkapkan bahwa langkah KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dalam menetapkan kliennya sebagai tersangka tanpa memberikan kesempatan untuk klarifikasi telah melanggar haknya. Menurut Ricky, seharusnya Rudy diberikan kesempatan untuk memberikan keterangan yang berimbang dalam proses penyidikan. “Pemeriksaan terhadap Bambang Rudijanto sebagai saksi penting untuk mendapatkan titik tengah dalam kasus ini,” ujarnya.
Pengacara Rudy mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 21/PUU-XII/2014, yang menekankan pentingnya pemeriksaan saksi sebelum penetapan status tersangka. Ia juga berargumen bahwa keterangan yang diberikan Rudy sangat diperlukan meskipun KPK merasa memiliki bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan tersangka. “Kami memohon agar keterangan yang berimbang dari Pak Bambang dapat diminta untuk melengkapi proses investigasi,” lanjutnya.
Gugatan praperadilan ini sudah memasuki persidangan hari kedua, di mana argumen antara tim hukum Rudy dan tim KPK saling beradu. Pada sidang sebelumnya, tim hukum KPK menegaskan bahwa penetapan Rudy sebagai tersangka telah memenuhi prosedur hukum. KPK menyatakan bahwa mereka telah memeriksa 117 orang saksi dan mengumpulkan 333 dokumen elektronik sebagai barang bukti. Tim hukum KPK juga mengungkapkan bahwa ada aliran uang sebesar Rp 108,487 miliar yang terkait dengan PT Dosni Roha Logistik, yang menunjukkan keterlibatan Rudy dalam dugaan korupsi ini.
KPK meminta hakim yang mengadili praperadilan untuk menolak seluruh permohonan Rudy dan menyatakan bahwa penyidikan yang dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) nomor 57/Dik.00/01/08/2025, yang ditetapkan pada 5 Agustus 2025, adalah sah dan memiliki kekuatan hukum.
Situasi ini membawa perhatian publik, dengan banyak yang melihatnya sebagai pertarungan antara penegakan hukum dan upaya untuk memberikan keadilan.
Di satu sisi, pemangku kepentingan menilai bahwa tindakan KPK bertujuan untuk membersihkan praktik korupsi, sementara di sisi lain, kritik muncul melihat bahwa proses yang tidak transparan dapat merugikan hak-hak tersangka. Selain itu, masyarakat juga mempertanyakan kredibilitas KPK dalam menjalankan tugasnya, terutama mengingat bahwa proses penyidikan harus berlangsung secara adil dan berimbang.
Kontroversi ini juga mengundang berbagai pendapat dari pengamat hukum dan masyarakat. Beberapa menilai bahwa KPK perlu memperbaiki prosedur serta memastikan bahwa setiap individu mendapatkan perlakuan yang adil dalam proses hukum. Sementara itu, pendukung KPK menegaskan bahwa penegakan hukum harus dilakukan tanpa pandang bulu, terutama dalam kasus-kasus besar yang melibatkan dugaan korupsi.
Kedepannya, mari kita amati bagaimana perkembangan kasus ini di pengadilan dan apa tanggapan dari KPK serta pihak terkait lainnya. Apakah gugatan praperadilan Rudy Tanoe akan membuahkan hasil ataukah KPK akan tetap melanjutkan proses hukum yang dianggap sah? Ini menjadi menarik untuk disimak dalam konteks penegakan hukum di Indonesia.
