Dari hasil penilaian yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), sebanyak 229 hotel di Bali mendapat peringkat merah dalam Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER). Penilaian ini menunjukkan bahwa banyak perusahaan hotel di kawasan tersebut belum memenuhi standar kepatuhan dalam pengelolaan air, udara, serta limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).
Deputi Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, Rasio Ridho Sani, menyampaikan bahwa hasil penilaian sementara menunjukkan kondisi yang memprihatinkan. “Sebagian besar hotel di Bali yang dinilai berperingkat merah atau tidak taat dalam pengelolaan lingkungan,” ungkapnya saat konferensi pers di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Timur pada 19 September 2025.
KLH memberi kesempatan bagi perusahaan hotel untuk mengajukan sanggahan terkait peringkat yang telah dikeluarkan hingga tanggal 27 September 2025. Rasio juga menekankan pentingnya keterlibatan perusahaan dalam memberikan informasi tambahan untuk merefleksikan upaya mereka dalam pengelolaan lingkungan.
Selanjutnya, Rasio menambahkan bahwa jika setelah masa sanggah perusahaan tetap dinyatakan tidak patuh, KLH akan mengambil langkah hukum yang dapat berupa sanksi administratif, perdata, hingga pidana. Hal ini menunjukkan keseriusan KLH dalam penegakan hukum terkait pengelolaan lingkungan, apalagi jika terdapat pelanggaran yang berulang.
Pencabutan izin operasional juga menjadi salah satu opsi yang akan dipertimbangkan jika ada tingkat ketidakpatuhan yang sangat serius. “Kami tidak segan-segan untuk memperberat sanksi, termasuk pembekuan maupun pencabutan izin, bagi perusahaan yang tidak mematuhi aturan setelah dilakukan pembinaan,” tegasnya. Tindakan tegas ini mencerminkan upaya pemerintah untuk memastikan bahwa industri perhotelan beroperasi dalam koridor yang sesuai dengan norma lingkungan.
Penilaian PROPER merupakan langkah penting dalam menjaga keberlanjutan lingkungan, terutama di daerah pariwisata seperti Bali yang sangat bergantung pada ekosistem yang sehat. Dampak negatif dari pengelolaan lingkungan yang buruk dapat merusak daya tarik pariwisata dan kesehatan masyarakat.
Rasio mengingatkan bahwa keberhasilan program ini sangat bergantung pada partisipasi aktif dari semua pihak, termasuk masyarakat dan pengusaha. Penting untuk menciptakan kesadaran akan dampak lingkungan dari setiap kegiatan bisnis.
Khususnya di Bali, di mana pariwisata merupakan tulang punggung ekonomi, kepatuhan terhadap standar lingkungan menjadi sangat krusial. Tanpa adanya pengelolaan yang baik, risiko pencemaran dan kerusakan lingkungan akan terus meningkat, yang pada gilirannya dapat berimbas negatif pada industri pariwisata.
Bali dikenal dengan keindahan alam dan budayanya, dan untuk mempertahankannya, diperlukan kolaborasi antara pemerintah, pengusaha, dan masyarakat. Penilaian ini menjadi pengingat bahwa keberlanjutan lingkungan tidak hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga merupakan kewajiban setiap individu dan perusahaan.
Dalam konteks ini, tindakan yang diambil oleh KLH merupakan upaya untuk memastikan bahwa hotel-hotel di Bali tidak hanya berfungsi sebagai tempat menginap tetapi juga bertanggung jawab atas dampak lingkungan yang ditimbulkan dari operasional mereka. Membangun kesadaran ini diharapkan dapat membantu menciptakan ekosistem pariwisata yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan ke depannya.
Dengan ketatnya penegakan hukum bagi yang melanggar, diharapkan semua hotel dapat beradaptasi dan meningkatkan kinerja mereka dalam pengelolaan lingkungan, demi keberlangsungan Bali sebagai destinasi pariwisata unggulan.
