Koalisi Sipil Kritik Batalnya TGPF Kerusuhan Agustus: Suara Rakyat Terabaikan!

Batalnya pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) untuk meneliti kerusuhan yang terjadi pada Agustus-September 2025 menjadi sorotan tajam Koalisi Masyarakat Sipil, yang menilai tindakan tersebut sebagai pengabaian suara rakyat. Keputusan ini diumumkan oleh Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Hukham), Yusril Ihza Mahendra. Koalisi menganggap bahwa pembentukan tim independen ini sangat krusial untuk mengungkap kebenaran dan memberikan keadilan bagi para korban.

Direktur Eksekutif De Jure, Bhatara Ibnu Reza, menyatakan bahwa pernyataan Yusril menunjukkan adanya penolakan terhadap kehendak rakyat. Dalam tuntutan rakyat yang tercantum dalam agenda 17+8, pembentukan TGPF dinilai sangat penting untuk menyelidiki detail peristiwa kelam yang telah merenggut banyak nyawa. Bhatara menegaskan, “Sebagai negara demokrasi, seharusnya negara mendengarkan suara dan kehendak rakyat,” dalam keterangan yang dirilis pada Jumat (19/9/2025).

Koalisi Masyarakat Sipil juga menekankan bahwa kejadian yang menimbulkan banyak korban jiwa tidak bisa dibiarkan tanpa kejelasan. Mereka menilai, jika dibiarkan, hal ini akan berkontribusi pada budaya impunitas. “Pembentukan tim independen ini sangat penting agar peristiwa itu dapat terungkap dengan jelas, bukan hanya menjadi misteri,” ujar Bhatara ketika menguraikan posisi Koalisi.

Terdapat kekhawatiran dari Koalisi mengenai adanya dugaan keterlibatan aktor dari aparat pertahanan dan keamanan dalam kerusuhan tersebut. “Dugaan adanya keterlibatan ini perlu ditelusuri lebih lanjut oleh tim independen guna mendapatkan kepastian kebenarannya,” tambah Bhatara. Hal ini mencerminkan urgensi untuk menemukan fakta-fakta yang relevan, sehingga keadilan dapat ditegakkan.

Koalisi juga mengingatkan bahwa hak untuk merasa aman adalah hak asasi yang harus dijunjung tinggi. Pengungkapan fakta oleh TGPF diharapkan dapat memastikan perlindungan terhadap hak-hak warga negara. “Dengan adanya pengungkapan dari tim independen, kami berharap hak rasa aman bagi setiap orang dapat terjamin,” sebut pernyataan resmi Koalisi.

Bhatara menegaskan bahwa pernyataan Yusril yang menolak pembentukan TGPF bertentangan dengan pernyataan Presiden, yang di publik mengindikasikan bahwa akan ada tim independen. “Ini menunjukkan ketidakkoherenan antara Menteri dan kebijakan Presiden, sehingga perlu dilakukan evaluasi kepada pembantu presiden yang tidak berpihak pada suara rakyat,” tuturnya.

Penting untuk dicatat bahwa tuntutan pembentukan TGPF berasal dari suara masyarakat yang menginginkan keadilan pascakejadian yang menggemparkan. Publik menantikan bukti bahwa pemerintah akan bertindak tegas terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang sering terjadi dalam konteks kerusuhan dan demonstrasi.

Koalisi Masyarakat Sipil berharap dalam waktu dekat pemerintah dapat mendengar dan mengindahkan suara mereka. Dalam kondisi seperti ini, transparansi menjadi sangat diperlukan agar masyarakat memahami langkah-langkah yang diambil untuk memulihkan kepercayaan mereka terhadap institusi negara. Bhatara menutup pernyataannya dengan peringatan, “Tanpa adanya kejelasan, situasi ini hanya akan merusak kepercayaan publik terhadap pemerintah dan demokrasi itu sendiri.”

Pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi selama kerusuhan tidak hanya menjadi masalah lokal, tetapi menarik perhatian internasional. Oleh karena itu, langkah-langkah konkret dari pihak pemerintah untuk menangani isu ini menjadi sangat diperlukan demi memastikan tidak ada lagi peristiwa serupa di masa mendatang.

Berita Terkait

Back to top button