
Survei terbaru yang dilakukan oleh Tenggara Strategics menunjukkan bahwa mayoritas pengemudi ojek online (ojol) di Jabodetabek lebih memilih skema potongan komisi sebesar 20% asalkan mereka mendapatkan jumlah pesanan yang lebih banyak. Selain itu, adanya perlindungan tambahan seperti asuransi kesehatan dan asuransi kecelakaan menjadi faktor penting dalam pilihan ini. Riset ini melibatkan 1.052 pengemudi aktif di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi yang diadakan pada 16 dan 17 September 2025.
Hasil survei memperlihatkan bahwa sekitar 82 persen responden merasa lebih nyaman dengan potongan 20 persen ketika diimbangi dengan order yang melimpah. Sebaliknya, hanya 10 persen potongan komisi yang diiringi dengan tawaran pesanan yang terbatas dipilih. Hal ini menunjukkan bahwa pengemudi ojol lebih memperhatikan jumlah pekerjaan yang diterima daripada besaran potongan.
Lebih lanjut, 54 persen pengemudi menilai potongan 20 persen masih wajar, asalkan perusahaan aplikasi menawarkan manfaat tambahan yang berarti, seperti perlindungan jaminan sosial dan bantuan perawatan kendaraan. Temuan yang menarik dari survei ini juga mencatat bahwa 18 persen responden pernah bekerja di platform lain yang hanya menerapkan potongan 10 persen. Dari kelompok ini, 43 persen mengaku pendapatan mereka tidak berbeda signifikan dibanding potongan 20 persen, bahkan 42 persen melaporkan pendapatan mereka malah lebih rendah. Hanya 15 persen yang merasakan pendapatan yang lebih tinggi di skema potongan 10 persen.
Dari segi status hubungan kerja, mayoritas pengemudi (52 persen) tidak mempermasalahkan status mereka sebagai mitra. Mereka menyatakan bahwa fleksibilitas jam kerja menjadi daya tarik utama. Sekitar 33 persen responden menginginkan status mitra sekaligus mendapatkan manfaat tambahan seperti BPJS dan asuransi. Sementara itu, hanya 15 persen yang berharap untuk menjadi karyawan tetap, dengan catatan bahwa tidak ada seleksi ketat yang dapat mengeluarkan banyak pengemudi dari sistem.
Demografi responden mayoritas menunjukkan bahwa pengemudi ojol yang terlibat dalam survei berusia 31–40 tahun, diikuti kelompok usia 21–30 tahun, dan yang paling sedikit berusia 41–50 tahun. Kebanyakan dari mereka mulai berprofesi sebagai driver dalam rentang waktu tiga hingga enam tahun terakhir, terutama setelah masa pandemi Covid-19. Sejumlah pengemudi lainnya baru bergabung dalam dua tahun terakhir, seiring dengan meningkatnya jumlah pemutusan hubungan kerja (PHK) di berbagai sektor. Data dari Kementerian Ketenagakerjaan menunjukkan bahwa lebih dari 42 ribu pekerja telah terdampak PHK sejak pandemi.
Survei ini dilakukan dengan tingkat kepercayaan 95 persen dan margin of error ±3,04 persen, sehingga hasilnya dapat dianggap representatif untuk menggambarkan pandangan driver ojol di Jabodetabek. Informasi ini jelas memberikan teks yang penting dalam konteks industri pengangkutan online, terutama dalam hal apa yang diharapkan oleh para pengemudi dari perusahaan aplikasi.
Secara keseluruhan, hasil survei ini mengingatkan semua pihak bahwa pengemudi ojol tidak hanya mencari pendapatan, tetapi juga ingin merasa aman dan terlindungi dalam pekerjaan mereka. Hal ini bisa menjadi perhatian bagi perusahaan aplikasi untuk memperbaiki layanan dan memberikan dukungan lebih bagi para pengemudi yang menjadi ujung tombak layanan transportasi online.





