Koalisi Masyarakat Sipil Soroti Pengamanan TNI di Gedung DPR, Kadispenad Beri Penjelasan

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mengeluarkan pernyataan tegas mengenai pelibatan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam pengamanan Gedung DPR. Mereka menilai langkah tersebut sebagai tindakan yang berlebihan dan tidak sesuai dengan fungsi utama TNI. Pernyataan ini muncul setelah adanya penguatan pengamanan di Kompleks Parlemen, Jakarta, yang dinilai tidak perlu mengingat kondisi keamanan nasional saat ini yang dianggap sudah terkendali.

Brigadir Jenderal TNI Wahyu Yudhayana, Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat (Kadispenad), menjelaskan bahwa pengamanan oleh TNI dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. “Kami bekerja sesuai dengan undang-undang yang ada,” tegas Wahyu dalam keterangan kepada wartawan pada Sabtu (20/9/2025). Penjelasan ini kerja sama dengan kepolisian sudah diatur dalam Undang-Undang TNI, di mana tugas TNI adalah memberikan bantuan kepada pihak kepolisian dan pemerintah daerah dalam konteks operasi militer selain perang.

Kadispenad menambahkan bahwa perbantuan ini bukanlah pengambilalihan peran kepolisian. “Rekan-rekan dari kepolisian tetap di lokasi tertentu. Kami diminta untuk membantu dalam situasi atau kegiatan tertentu jika ada pemerintahan daerah yang meminta,” ujarnya. Hal ini menunjukkan komitmen TNI untuk tetap dalam koridor hukum dan tidak melanggar ketentuan yang ada.

Wahyu juga menyatakan bahwa meskipun situasi nasional secara umum sudah kondusif, penguatan pengamanan di lokasi-lokasi strategis seperti Gedung DPR tetap diperlukan sesuai permintaan pihak berwenang. “Kondisi nasional saat ini seluruhnya sudah kondusif. Kami pastikan situasi Ibu Kota dan seluruh wilayah Tanah Air dalam keadaan aman,” tambahnya.

Dari keterangan Koalisi Masyarakat Sipil, alasan penilaian mereka terhadap pengamanan yang berlebihan didasari oleh kekhawatiran adanya militarisasi dalam ruang publik. Mereka menilai bahwa posisi TNI di tempat-tempat strategis dapat memunculkan ketidaknyamanan di kalangan masyarakat sipil, serta bisa mengurangi kepercayaan publik terhadap fungsi-fungsi sipil yang seharusnya dijalankan oleh kepolisian.

Dalam konteks ini, penting untuk mempertimbangkan bahwa keamanan adalah tanggung jawab bersama antara TNI dan polisi. Kedua institusi ini seharusnya saling melengkapi dan tidak bersaing dalam menjalankan tugas keamanan publik. Organisasi masyarakat sipil meminta pemerintah agar lebih transparan dalam pengambilan keputusan yang melibatkan penempatan aparat keamanan di tempat-tempat publik, sehingga tidak ada anggapan bahwa pengamanan tersebut bersifat represif.

Perdebatan mengenai pelibatan TNI dalam pengamanan juga membawa implikasi lebih besar bagi konteks politik dan masyarakat. Diskusi yang sedang berlangsung di tingkat publik menjadi cerminan dari tuntutan masyarakat akan transparansi dan akuntabilitas dalam isu-isu yang berkaitan dengan keamanan. TNI dan Polri sebagai institusi militer dan kepolisian harus dapat berkoordinasi secara efektif agar tidak muncul kekhawatiran berlebihan di masyarakat.

Meskipun situasi saat ini dikatakan kondusif, langkah-langkah pengamanan yang diambil tetap harus diimbangi dengan dialog publik. Harapan besar stakeholders adalah terciptanya situasi yang aman tanpa harus mengorbankan nilai-nilai demokrasi dan kebebasan sipil. Para pemangku kepentingan, baik pemerintah, TNI, dan masyarakat sipil harus duduk bersama untuk mencari solusi yang tepat agar semua pihak merasa aman dan terlindungi tanpa kehilangan hak-hak dasar sebagai warga negara.

Dengan adanya pernyataan dari Koalisi Masyarakat Sipil dan respons dari Kadispenad, diharapkan akan muncul kesepakatan yang lebih baik dalam hal penempatan pasukan keamanan di masa mendatang.

Exit mobile version