Belum hilang dari ingatan publik terkait kasus keracunan siswa yang mengonsumsi program Makan Bergizi Gratis (MBG), muncul kontroversi baru seputar perjanjian yang mengatur program tersebut. Jogja Corruption Watch (JCW) mengecam isi perjanjian yang mengharuskan sekolah sebagai penerima manfaat untuk tidak menuntut Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) apabila terjadi kasus keracunan yang diduga berasal dari menu MBG di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
JCW meminta Badan Gizi Nasional (BGN) untuk segera mencabut surat pernyataan yang dianggap bermasalah ini. "Penting untuk melibatkan aktif BPOM, Dinas Kesehatan, dan masyarakat sipil dalam pengawasan program MBG," ujar Baharuddin Kamba, wakil dari JCW. Ia menekankan bahwa tugas pengawasan tidak hanya terletak pada satu instansi, tetapi harus melibatkan berbagai pihak demi kepentingan kesehatan masyarakat.
Poin Kontroversial dalam Perjanjian
Dalam perjanjian MBG yang tertera tanggal 10 September 2025, terdapat tujuh butir kesepakatan antara pihak sekolah dan pihak penyelenggara. Salah satu poin yang paling disoroti adalah butir ketujuh. Butir ini menyebutkan bahwa jika terjadi kejadian luar biasa (KLB), seperti dugaan keracunan atau masalah serius lainnya, pihak sekolah berkomitmen untuk menjaga kerahasiaan informasi sampai pihak pertama menemukan solusi terbaik.
Baharuddin Kamba menyatakan bahwa poin ini merupakan contoh sesat pikir. "Seharusnya, jika ada masalah pada program MBG, sekolah wajib melaporkan kepada pihak terkait, termasuk orang tua atau wali murid," ungkapnya. Menurutnya, penting untuk segera melaporkan kejadian tersebut guna memberikan penanganan medis yang cepat bagi korban, bukan justru menyimpannya sebagai rahasia. "Apa menunggu korban jiwa baru boleh laporan? Tentu tidak," tegasnya.
Dampak Ketidaktransparanan
Kebijakan yang mengutamakan kerahasiaan informasi dapat berpotensi menimbulkan dampak negatif. "Jika ada informasi yang dirahasiakan, itu menunjukkan mekanisme yang salah dan tidak transparan," ungkap Kamba. Menurutnya, pendekatan ini berpotensi menjadikan anak-anak sebagai korban dalam eksperimen politik, di mana keselamatan mereka tidak diutamakan.
Kepedulian masyarakat dapat menjadi faktor penting dalam memastikan akuntabilitas terhadap program yang berhubungan dengan gizi anak. Melibatkannya dalam proses pengawasan bisa menjadi langkah awal untuk mencegah terulangnya kasus serupa.
Pengawasan yang Ketat dan Partisipatif
JCW menegaskan pentingnya pengawasan yang ketat terhadap program MBG. Selain melibatkan pemerintah, komunitas juga perlu berperan aktif dalam memantau pelaksanaan program gizi ini. Hal ini penting agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan. "Butuh sinergi semua pihak untuk menciptakan lingkungan yang sehat bagi anak-anak,” ujarnya.
Mengawasi program ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga setiap individu yang peduli pada masa depan generasi muda. Masyarakat, khususnya orang tua, harus paham akan hak dan kewajiban mereka dalam menjaga kesehatan anak-anak. Dukungan dari organisasi masyarakat sipil juga sangat krusial dalam menciptakan program yang transparan dan akuntabel.
Ruang untuk Reformasi Kebijakan
Melihat kondisi saat ini, sudah saatnya BGN dan pemerintah daerah melakukan evaluasi mendalam terkait perjanjian-program ini. Perbaikan sistematis dalam pengaturan dan pelaksanaan program MBG akan menentukan seberapa jauh dampak positifnya bagi anak-anak.
Dengan berbagai tantangan yang ada, waspada dan responsif terhadap permasalahan kesehatan anak-anak harus menjadi prioritas utama. Dalam proses pengawasan dan pelaporan, masyarakat peran serta aktif dan dialog terbuka antara semua pihak adalah kunci untuk menciptakan atmosfer yang sehat dan produktif bagi anak-anak.





