Mendagri Tito: Minta Satpol PP Tak Pakai Kekerasan, Dukung Pendapat Publik

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian baru-baru ini mengeluarkan pernyataan penting mengenai penerapan pendekatan humanis oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dalam menjalankan tugasnya. Tito menekankan betapa pentingnya agar Satpol PP tidak menggunakan kekerasan, melainkan pendekatan yang lebih mengedepankan empati dan interaksi positif dengan masyarakat. Menurutnya, langkah ini tidak hanya akan memperkuat citra lembaga tersebut, tetapi juga meningkatkan dukungan publik terhadap kinerja mereka.

Dalam keterangannya, Tito menekankan bahwa keberhasilan Satpol PP dalam menegakkan Peraturan Daerah (Perda) dan Peraturan Kepala Daerah (Perkada) berhubungan erat dengan cara aparat berinteraksi dengan masyarakat. “Dukungan publik tidak bisa dibangun dengan slogan semata,” ujarnya. Ia memberikan contoh konkret, saat Satpol PP di Makassar berpartisipasi dalam aksi kemanusiaan pascademontrasi, membantu masyarakat alih-alih bertindak represif.

Kehadiran Satpol PP, menurut Tito, harusnya menciptakan suasana aman dan nyaman bagi masyarakat. “Satpol PP jangan sampai menimbulkan rasa takut, melainkan rasa nyaman,” tegasnya. Ia menambahkan bahwa tutur kata, sikap, hingga penampilan fisik petugas sangat mempengaruhi persepsi publik. Dengan pendekatan yang lebih humanis, citra Satpol PP akan semakin positif, yang pada gilirannya meningkatkan dukungan masyarakat terhadap tugas mereka.

Iwan Setiawan, Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR), juga memberikan apresiasi terhadap arahan Mendagri. Ia menilai langkah ini sangat tepat untuk menjauhkan pola represif yang kerap menimbulkan ketegangan. “Satpol PP harus mengedepankan pendekatan humanis, bukan lagi tindakan represif,” katanya. Menurut Iwan, strategi ini dapat mencairkan hubungan antara aparat dan masyarakat, terutama setelah insiden demonstrasi di Agustus lalu.

Lebih jauh, Iwan mengatakan bahwa meskipun pendekatan humanis penting, Satpol PP tetap harus tegas dan terukur dalam menegakkan disiplin di kalangan aparatur sipil negara (ASN). “Jangan sampai Satpol PP terkesan keras terhadap masyarakat, tetapi lembek terhadap ASN,” ungkapnya. Hal ini menunjukkan bahwa keseimbangan antara ketegasan dan empati sangat penting dalam menciptakan hubungan yang baik antara aparat dan masyarakat.

Ke depannya, Tito berharap agar Satpol PP bisa menjadi sahabat masyarakat yang dapat diandalkan dalam menjaga ketertiban. “Dengan cara seperti ini, ketertiban bisa dijaga tanpa menimbulkan resistensi dari masyarakat,” lanjutnya. Pendekatan ini diharapkan dapat menciptakan rasa saling percaya yang mendukung kerjasama antara aparat dan masyarakat.

Selain itu, penting bagi Satpol PP untuk terus melakukan dialog dengan masyarakat. Memahami kebutuhan dan kecemasan warga akan sangat membantu dalam menciptakan lingkungan yang kondusif. Tito mengingatkan bahwa tugas Satpol PP seharusnya tidak hanya berfokus pada penegakan hukum, tetapi juga pada upaya menjaga keamanan dan kenyamanan publik.

Mengakhiri pernyataannya, Tito menyerukan agar seluruh jajaran Satpol PP berkomitmen untuk menerapkan prinsip-prinsip tersebut dalam setiap tindakan mereka. Hal ini bertujuan untuk membangun sebuah lembaga yang mampu mendukung keamanan dan ketertiban umum tanpa mengabaikan hak-hak masyarakat untuk merasa aman dan dihormati.

Melalui langkah ini, diharapkan Satpol PP dapat menjalankan fungsinya secara efektif sambil tetap membangun hubungan yang harmonis dengan masyarakat. Tentu, pencapaian ini tidak hanya akan memperkuat kehadiran Satpol PP di tengah masyarakat, tetapi juga menciptakan budaya saling menghormati yang akan membawa dampak positif bagi keamanan dan ketertiban di seluruh wilayah.

Exit mobile version