
Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri baru-baru ini mengungkap jaringan pembobolan rekening dormant senilai Rp204 miliar, yang melibatkan sembilan orang tersangka. Dua di antaranya, Candy alias Ken dan Dwi Hartono (DH), disebut sebagai aktor utama dalam kejahatan ini. Keduanya juga terlibat dalam kasus penculikan dan pembunuhan Kepala Cabang BNI, M Ilham Pradipta (MIP). Brigjen Helfi Assegaf, Direktur Dittipideksus, menjelaskan bahwa Candy berperan sebagai mastermind atau penggagas utama dalam operasi pencurian dana tersebut.
Dalam pengakuannya, Candy mengklaim bahwa dia adalah anggota Satgas Perampasan Aset yang menjalankan tugas negara secara rahasia ketika berhubungan dengan Kepala Cabang Pembantu Bank BUMN berinisial AP. Hal ini menunjukkan lapisan kompleksitas dalam tindakan kriminal yang tidak hanya berkaitan dengan pencurian dana, tetapi juga menyentuh aspek kepercayaan publik terhadap institusi perbankan.
Dari total sembilan tersangka, selain Candy dan DH, sembilan orang lainnya ditangkap. Kepala Cabang Pembantu BNI, AP, berperan dalam memberikan akses ke aplikasi core banking bank untuk melakukan pemindahan dana. Sementara itu, GRH, yang merupakan Consumer Relations Manager (CRM), berfungsi sebagai penghubung antara sindikat dan Kepala Cabang Pembantu.
Penyidik Bareskrim mengidentifikasi peran masing-masing tersangka di dalam sindikat ini. DR, misalnya, berfungsi sebagai konsultan hukum, melindungi kegiatan sindikat dengan memberikan nasehat tentang prosedur hukum yang dapat digunakan untuk melindungi mereka. Sementara NAT adalah mantan pegawai teller BNI yang menggunakan akses ilegal untuk memindahkan dana dari rekening dormant ke lima rekening penampungan.
Tindakan yang mereka lakukan mencakup pembukaan blokir rekening dan pemindahan dana yang terblokir. Helfi menambahkan bahwa kelompok ini juga menggunakan jaringan yang rumit untuk menyembunyikan jejak kejahatan mereka. Tersangka R bertanggung jawab sebagai mediator untuk mencari dan mengenalkan para Kepala Cabang yang terlibat, sedangkan TT mengelola uang hasil kejahatan. IS, satu lagi dalam daftar tersangka, dikategorikan dalam klaster pencucian uang. Ia menyiapkan rekening penampungan dan menerima uang hasil kejahatan.
Pihak kepolisian menegaskan bahwa mereka akan menyelidiki lebih dalam dan memastikan semua orang yang terlibat dalam kejahatan ini diadili. Kasus ini tidak hanya mengungkap modus operandi pencurian, tetapi juga tantangan yang lebih besar dalam menjaga integritas sistem perbankan di Indonesia.
Melihat dari data yang ada, pembobolan rekening dormant bukan hanya isu lokal, tetapi menjadi masalah serius yang mempengaruhi kepercayaan publik terhadap sektor perbankan. Penegakan hukum yang tegas dan transparan diharapkan dapat memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan dan memperkuat sistem keuangan di Indonesia.
Fenomena seperti ini mencerminkan perlunya peningkatan pengawasan dan perlindungan terhadap nasabah. Sebagai langkah awal, Bareskrim Polri telah menetapkan upaya pencegahan melalui analisis aktivitas transaksi yang mencurigakan serta peningkatan kerja sama dengan instansi terkait untuk memberantas tindak kejahatan finansial.
Ke depan, penting untuk melakukan evaluasi mendalam terhadap prosedur keamanan yang ada di bank untuk mencegah terjadinya kasus serupa di masa depan. Masyarakat diimbau untuk lebih waspada dan melapor ke otoritas jika menemukan aktivitas yang mencurigakan terkait rekening atau transaksi keuangan.





