Ekonom UGM Sarankan Program MBG Diuji Coba di Sekolah Rakyat

Ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM), Wisnu Setiadi Nugroho, mendorong pemerintah untuk melakukan uji coba program makan bergizi gratis (MBG) di sekolah rakyat sebelum memperluas pelaksanaannya ke seluruh sekolah. Langkah ini dianggap penting untuk memastikan bahwa program tersebut tepat sasaran dan dapat dievaluasi secara bertahap. Dengan uji coba ini, pemerintah dapat memantau efektivitas program serta melakukan penyesuaian yang diperlukan untuk mendapatkan hasil optimal.

Wisnu mengamati bahwa jumlah sekolah rakyat jauh lebih sedikit dibandingkan sekolah umum. Hal ini akan memudahkan dalam proses distribusi menu bergizi. Lebih dari itu, siswa di sekolah rakyat umumnya berasal dari keluarga miskin dan rentan, sehingga mereka merupakan kandidat ideal yang membutuhkan bantuan ini. “Dicoba dahulu, berhasil atau tidak. Kita juga tidak perlu studi panjang, bisa belajar dari negara-negara lain,” ungkapnya saat ditemui di Jakarta.

Pentingnya evaluasi menyeluruh terhadap program ini juga menjadi fokus perhatian Wisnu. Ia memberikan contoh bahwa di banyak negara lain, program makan bergizi dikelola secara desentralisasi. Menurutnya, pendekatan ini lebih realistis dan efektif daripada satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG) yang harus melayani ribuan penerima manfaat dengan menjaga kualitas makanan.

“Apakah realistis jika satu SPPG harus melayani 20.000 orang per hari? Ini sangat berisiko terhadap kualitas makanan yang diberikan,” tuturnya. Untuk itu, dia menyarankan agar pemerintah tidak menghapus program tersebut, melainkan menangguhkan pelaksanaannya untuk mempelajari lebih dalam mengenai kondisi yang ada dan menciptakan pilot project yang efektif.

Wisnu juga menyoroti pemangkasan dana yang tidak sesuai dengan kebutuhan. Misalnya, alokasi anggaran per porsi yang awalnya direncanakan Rp 10.000, sering kali hanya terealisasi antara Rp 6.000 hingga Rp 8.000 di lapangan. Hal ini berpotensi mengurangi kualitas gizi yang seharusnya diterima oleh anak-anak.

Kritikan lainnya adalah pemerintah cenderung lebih memilih penyedia katering besar yang dekat dengan pusat kekuasaan, sehingga mematikan usaha kecil seperti kantin sekolah atau katering rumahan yang telah menyediakan makanan sehat selama ini. Wisnu menyarankan agar ada sinergi antara Kementerian Sosial (Kemensos) dan Badan Gizi Nasional (BGN) untuk merumuskan kebijakan yang lebih adil dan tepat sasaran.

“Program MBG di sekolah rakyat bisa dijadikan bukti nyata keberhasilan sebelum diperluas ke skala lebih besar,” jelasnya. Sistem ini, jika berhasil, akan menunjukkan kenyataan bahwa program makan bergizi dapat diterapkan secara efisien dan menguntungkan bagi anak-anak yang paling membutuhkannya.

Lebih lanjut, Wisnu menyatakan bahwa implementasi yang berhasil di tingkat kecil akan memperkuat dasar untuk penerapan di tingkat yang lebih luas. Evaluasi dari fase uji coba ini bisa memberikan wawasan yang berharga bagi perbaikan berkelanjutan.

Hal ini diharapkan tidak hanya memberikan manfaat bagi anak-anak, tetapi juga dapat digunakan sebagai acuan untuk negara lain yang ingin menerapkan program serupa. Dengan pendekatan yang cermat dan berbasis data, masyarakat dapat lebih percaya bahwa program ini bukan hanya sekadar rutinitas, tetapi merupakan investasi jangka panjang untuk masa depan anak-anak Indonesia.

Seiring dengan dukungan dari berbagai pihak, termasuk masyarakat dan akademisi, diharapkan program MBG dapat diterima dengan baik dan memberikan dampak positif yang signifikan di lapangan.

Berita Terkait

Back to top button