Menkum: Batas Waktu Menteri dan Wamen Rangkap Jabatan di BUMN Cuma 2 Tahun

Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas, menegaskan bahwa menteri dan wakil menteri (Wamen) yang merangkap jabatan di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) hanya diperbolehkan selama dua tahun. Pernyataan ini disampaikan di kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, pada Jumat (26/9/2025), dalam konteks pembahasan RUU tentang Perubahan Keempat terhadap Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN. Aturan tersebut dihadirkan sebagai respon terhadap putusan Mahkamah Konstitusi yang melarang rangkap jabatan dalam posisi yang bersinggungan dengan pengawasan keuangan negara.

Supratman menjelaskan bahwa RUU BUMN yang sedang dibahas bertujuan untuk memperbaiki struktur dan tata kelola di BUMN, dengan menegaskan kembali larangan bagi pejabat negara, khususnya menteri dan wakil menteri, untuk menjabat sebagai direksi, komisaris, atau anggota dewan pengawas di BUMN. “Semua delik hukum yang diatur dalam RUU ini mengakomodir keputusan Mahkamah Konstitusi yang tidak mengizinkan rangkap jabatan,” jelasnya.

Meski demikian, Supratman menegaskan bahwa menteri dan wakil menteri tetap dapat merangkap jabatan sebagai pimpinan di perusahaan Badan Usaha Milik Negara, tetapi harus mematuhi tenggat waktu dua tahun yang ditetapkan. “Ini semua tentu bergantung kebijakan di lapangan. Kita masih menunggu aturan turunan yang diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) yang akan dikeluarkan,” tambahnya.

Pada kesempatan itu, Komisi VI DPR juga menyatakan sepakat untuk membahas RUU BUMN lebih lanjut dan berencana untuk mengesahkan aturan ini dalam rapat paripurna mendatang. Kesepakatan itu dicapai setelah rapat Panja RUU BUMN dilakukan serta mendengarkan pandangan dari semua fraksi. Terdapat sebelas pokok pikiran yang akan diperhatikan dalam RUU ini, yang berfokus pada penguatan fungsi dan peran BUMN di Indonesia.

Adapun beberapa pokok pikiran yang diusulkan meliputi:

1. Pengaturan lembaga yang bertugas di bidang BUMN dengan nomenklatur Badan Pengaturan BUMN.
2. Peningkatan kewenangan BP BUMN untuk mengoptimalkan kinerja BUMN.
3. Penanganan dividen saham yang dikelola BP BUMN dengan persetujuan presiden.
4. Larangan rangkap jabatan menteri dan wakil menteri sebagai respons terhadap putusan MK.
5. Kesetaraan gender dalam jabatan di BUMN.

RUU ini diharapkan dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas di sektor BUMN, yang kerap kali menjadi sorotan publik. Dengan pembatasan jabatan ini, diharapkan dapat mencegah konflik kepentingan dan meningkatkan profesionalisme di dalam tubuh BUMN.

Penting bagi masyarakat untuk mengikuti perkembangan pembahasan RUU ini, mengingat dampaknya yang luas terhadap pengelolaan BUMN di Indonesia. Transformasi tata kelola yang lebih baik dapat membantu BUMN berkontribusi lebih maksimal terhadap perekonomian nasional.

Selain itu, implementasi dari ketentuan ini juga memerlukan dukungan dari publik dan stakeholder terkait, untuk memastikan bahwa arah kebijakan yang diambil sejalan dengan kepentingan masyarakat. Oleh karena itu, transparansi dalam proses ini menjadi kunci agar kebijakan yang dihasilkan benar-benar efektif dan bermanfaat bagi negara.

RUU ini diharapkan dapat segera disahkan agar dapat menjadi landasan hukum yang kuat dalam mengatur dan mengawasi BUMN, sehingga mampu beradaptasi dengan tantangan zaman serta memberikan kinerja yang optimal bagi masyarakat dan negara.

Berita Terkait

Back to top button